Kamis 20 Nov 2014 17:06 WIB
Bentrokan TNI-Polri

Inikah Akar Bentrok TNI-Polri?

Rep: reja irfa widodo/ Red: Djibril Muhammad
Kesejahteraan TNI POLRI   (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Kesejahteraan TNI POLRI (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah harus bisa menarik garis ketegasan terkait konsep keamanan dan pertahanan negara. Hal ini terutama mengenai ketegasan tugas, fungsi, ruang gerak, dan wilayah kerja yang diemban TNI sebagai pengendali pertahanan dan Polisi sebagai penjaga keamanan dan ketertiban dalam negeri.

Pengamat Pertahanan asal LIPI, Mochamad Nur Hasim, menilai, inilah yang menjadi akar permasalahan bentrokan yang kerap terjadi antara oknum anggota TNI dengan oknum personel Polisi. Masih ada wilayah abu-abu yang saling bersinggungan antara tugas pokok fungsi yang diemban TNI dan Polisi.

"Jika hal ini masih belum dibenahi, maka bukan tidak mungkin kasus-kasus bentrokan antara TNI dan Polisi bisa terjadi lagi di kemudian hari," kata Hasim kepada Republika, Kamis (20/11).

Ketegasan pemisahan konsep ini tidak bisa hanya diatur di dalam perundang-undangan. Tapi, lanjut Hasim, pemisahan itu harus bersifat lebih konkret. Terlebih, untuk mengakomodasi pemahaman-pemahaman pembagian tugas di tingkat bawah.

Selain itu, bentrokan-bentrokan itu juga terjadi lantaran merupakan bentuk dari kristalisasi problem-problem yang tersisa pascapemisahan TNI-Polri.

TNI, yang sebelumnya nyaris memegang kendali penuh di sektor pertahanan dan keamanan, harus rela melihat peran dan posisi mereka secara leluasa diambil Polisi. Belum lagi ditambah persoalan dignity atau harga diri.

"Persepsi-persepsi ini sebenarnya tidak hanya berkembang di tingkat bawah, tapi juga di level petinggi dua unsur penegakan hukum tersebut," tutur Hasim.

Secara khusus, Hasim menjelaskan, TNI sebenarnya memiliki Idle Capacity atau potensi kapasitas yang masih belum tergali dan terpakai. Untuk itu, pmerintah harus bisa lebih mengoptimalkan peran-peran lain dan fungsi TNI, seperti terlibat dalam upaya penciptaan perdamaian di luar negeri.

"Kan kasihan jika hanya berada di barak dan keluar hanya saat diperbantukan ketika ada bencana," ujar Hasim.

Tidak hanya itu, Hasim menilai, baik pihak kepolisian dan TNI memang harus duduk bersama untuk kembali mengatur dan memberi batas yang jelas tupoksi dan peran antara masing-masing lembaga tersebut.

Menurut Hasim, sudah 17 tahun sejak keluarnya Undang-Undang Pertahanan dan Keamanan serta UU soal Kepolisian Negara, baik Polisi dan TNI belum mengadakan pertemuan lebih lanjut terkait pembagian hal-hal tersebut secara lebih konkret.

"Dan pengaturan ini harusnya menjadi wilayah otoritas sipil," lanjut Hasim.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement