REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM) Oce Madril menilai penunjukan HM Prasetyo menjadi Jaksa Agung cermin kekuatan politik mendominasi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Itu terbukti setelah Jokowi memilih politisi aktif untuk mengisi jabatan tinggi di sektor penegakan hukum. Padahal kata Oce Jokowi pernah berjanji tidak akan menunjuk politisi menjadi Jaksa Agung.
"Kalau penunjukan (Jaksa Agung Prasetyo) ini jelas sekali mengakomodasi keinginan Partai Nasdem," kata Oce ketika dihubungi Republika, Jumat (20/11).
Menurut Oce jika memang harus memilih politisi menjadi Jaksa Agung seharusnya Jokowi memilih politisi yang sudah tidak aktif lagi di partai politik. Dengan memilih politisi aktif Jokowi melanggar aturan yang mewajibkan pejabat publik tidak lagi aktif sebagai politisi. Aturan itu digunakan seperti untuk menempati beberapa posisi Ketua Komisi Yudisial, Ketua BPK, Hakim Agung, Hakim MK dan Ketua KPK.
"Saya menilai Jokowi dalam penunjukan Jaksa buruk sekali, karena dia mengambil langsung politisi aktif seharusnya ada jeda waktu," ujarnya.
Menurut Oce ujung tombak penegakan hukum dalam suatu rezim adalah Kejaksaan Agung, jadi orang yang menjadi Jaksa Agung itu harus netral dan memiliki semangat dalam menegakan hukum terutama memberantas korupsi.