REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa tidak punya kewajiban untuk terlibat dalam pengawasan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar di Bali 30 November mendatang.
Sebab, Golkar merupakan institusi politik dan bukan penyelenggara negara. "Kalau misalnya KPK dilibatkan untuk men-tracking, tracking apanya? Kan itu parpol, institusi politik," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di gedung KPK, Senin (24/11).
Johan menjelaskan, dari sisi partai politik (parpol) memang bukan penyelenggara negara. Tetapi, ada pengurus parpol yang menjadi penyelenggara negara. KPK, hanya bisa mengawasi individu atau penyelenggara negara yang ada di dalam parpol.
Menurut Johan, persoalan tersebut bukan karena kewenangan atau tidak. Tetapi, KPK memang tidak memiliki kewajiban untuk ikut terlibat dalam pengawasan di dalamnya. "Bukan soal kewenangan, tapi memang enggak ada kewajiban untuk libatkan KPK," ujarnya.
Johan mengaku, KPK akan mengkaji terlebih dahulu jika diminta untuk terlibat dalam pengawasan Munas Golkar. "Ya dilihat dulu, kalau dia bukan penyelenggara negara ya kita enggak punya kewajiban," ujar pria yang juga menjabat sebagai Deputi Bidang Pencegahan KPK ini.
Sebelumnya, politikus Golkar, Agun Gunanjar Sudarsa, mengatakan, ingin KPK turut serta dalam Munas Golkar. Menurutnya, KPK bisa mencegah terjadinya korupsi dalam forum tertinggi di partai berlambang pohon beringin itu. Dia berharap KPK bisa menelusuri sumber dana peserta munas tersebut. Agun mengaku tidak ingin kejadian seperti yang dialami Partai Demokrat terjadi di Golkar.
Seperti diketahui, politik uang dalam forum tertinggi partai pernah membelit Partai Demokrat saat Kongres di Bandung tahun 2010. Politik uang dalam kongres tersebut terungkap di persidangan dalam kasus korupsi megaproyek Hambalang. Hasil keuntungan proyek itu diduga digunakan untuk pemenangan salah satu calon ketua umum saat itu.