REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polemik seputar jadwal pelaksanaan musyawarah nasional (munas) Partai Golkar antara kubu Aburizal Bakrie (Ical) dan kubu Agung Laksono telah menyebabkan konflik di internal tubuh parpol berlambang beringin tersebut.
Politikus Partai Golkar Hajriyanto Thohari mengajak kubu yang berseteru duduk bersama untuk melakukan kompromi politik. “Inti dari kompromi politik tersebut adalah, tidak perlu terburu-buru melaksanakan munas pada 30 November,” ujar Hajriyanto kepada Republika Online (ROL), Rabu (26/11).
Menurutnya, ada beberapa alasan mengapa DPP Partai Partai Golkar tidak perlu tergesa-gesa menggelar munas. Antara lain adalah karena suasana yang tidak kondusif di internal Golkar, sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan konflik berlarut-larut di tubuh partai tersebut.
Selain itu, dia berharap waktu yang lebih panjang bisa dimanfaatkan oleh semua kader untuk mempersiapkan rancangan-rancangan keputusan politik yang lebih berkualitas ke depannya. “Jadi, saya mengimbau agar semua pengurus DPP menaati hasil keputusan rapat pleno tanggal 13 November kemarin, yaitu munas diselenggarakan pada Januari 2015,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) bersikukuh pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) ke-IX tetap akan digelar di Bali, pada 30 November 2014. Ia mengklaim keputusan itu sesuai dengan hasil Rapat Pimpinas Nasional (Rapimnas) di Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Sementara, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhy Purdijatno, telah meminta jajaran kepolisian agar tidak memberi izin terkait penyelenggaraan Musyawarah Nasional (Munas) ke-IX Partai Golkar di Bali.Tedjo beralasan larangan pemberian izin tersebut untuk menghindari potensi kerusuhan yang lebih besar. Sebab, rapat pleno Partai Golkar yang digelar kemarin sempat diwarnai bentrokan antara dua kubu yang pro dan kontra dengan penyelenggaraan Munas ke-IX di Bali.