REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2015 hanya 5,3 - 5,6 persen. Perkiraan ini dibawah ekspektasi pemerintah yang menargetkan pertumbuhan sebesar 5,8 persen.
Direktur Indef Enny Sri Hartati menjelaskan ada beberapa faktor yang membuat target pertumbuhan tahun depan tidak akan tercapai. Pertama, karena daya konsumsi masyarakat akan sangat tertekan akibat kenaikan harga BBM.
"Dampak kenaikan BBM setidaknya akan sangat berpengaruh terhadap konsumsi hingga triwulan II," kata Enny dalam seminar Indef bertajuk Tantangan Kabinet Kerja Memenuhi Ekspektasi di Hotel Grand Sahid Jaya, Kamis (27/11).
Faktor lainnya, tambah Enny, pertumbuhan tidak bisa terasa signifikan meskipun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla bertekad merelokasi anggaran dari sektor konsumtif ke produktif. Sebab, pembangunan infrastruktur yang menjadi salah satu prioritas, membutuhkan proses.
Belum lagi dengan adanya pertarungan di DPR yang diyakininya bakal menghambat program-program pembangunan pemerintah.
Sektor pengeluaran pemerintah pada 2015 sebenarnya memiliki potensi mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Pagu alokasi belanja modal yang diwariskan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada APBN 2015 sebesar Rp 196 triliun.
Dengan tambahan amunisi fiskal lebih dari Rp 100 triliun dari realokasi subsidi BBM dan ditambah adanya efisiensi anggaran, maka target belanja modal minimal 5 persen dari Produk Domestik Bruto dapat terpenuhi.
Akan tetapi, Enny menyarankan agar alokasi belanja modal ditambah minimal sekitar Rp 400 triliun pada APBN-P 2014. Ini diperlukan untuk memberikan multiplier effect yang memadai bagi perekonomian.
"Yang paling penting jenis belanja modalnya harus berkualitas. Jangan hanya berupa pembangunan gedung pemerintahan, taman kantor dan semacamnya," dia berharap.