REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Direktur LBH Surabaya Faiq Asshiddiq menilai "access to justice" (akses mendapatkan keadilan) masih akan menjadi "pekerjaan rumah" (PR) 2015 sehingga pemberian layanan bantuan hukum bagi masyarakat miskin dan marjinal harus menjadi fokus penting.
"Karena dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, baru tiga kabupaten/kota yang membuat peraturan daerah untuk pendampingan hukum bagi warga. Tiga kabupaten/kota adalah Probolinggo, Jombang dan Banyuwangi," katanya di Surabaya, Jumat (2/1).
Sepanjang 2014, LBH Surabaya telah memberikan layanan konsultasi hukum terhadap 335 kasus, penanganan perkara litigasi sebanyak 14 kasus, dan nonlitigasi sebanyak enam kasus.
"Patut menjadi perhatian bahwa sebagian besar masyarakat pencari keadilan yang datang ke LBH Surabaya adalah warga yang kurang mampu dari segi finansial, karena terlihat dari penghasilan mereka yang di bawah Rp 2 juta," katanya.
Sementara itu, Pengacara Publik berlisensi yang dimiliki LBH Surabaya hanya berjumlah lima orang. "Sunggguh terbatas kemampuan kami untuk berupaya memberikan layanan bantuan hukum bagi masyarakat kurang beruntung atau tidak mampu," katanya.
Terhadap masalah tersebut, sebenarnya sejak berlakunya UU Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2012 tentang Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin, tentu ada pendampingan hukum buat mereka.
Namun pada faktanya, masih banyak masyarakat kurang beruntung/tidak mampu di Jawa Timur yang tidak menerima manfaat yang diamanatkan oleh regulasi itu.
"Karena itu, isu 'access to justice' (akses mendapatkan keadilan) bagi masyarakat kurang mampu masih akan menjadi PR yang besar pada 2015," tukasnya.
Selain berharap pada pemerintah kabupaten/kota se-Jatim, LBH Surabaya sendiri akan tetap memandang penting dalam kurun waktu tahun 2015 untuk memfokuskan aktivitas advokasinya pada isu "access to justice", HAM, dan Demokrasi.
"Untuk mewujudkan hal itu, kami memiliki tiga satuan tugas bernama Divisi Sipil dan Politik (Sipol), Divisi Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob), dan Divisi Perempuan dan Anak," tandasnya.
Isu penting Hak Sipol di Jatim pada 2014 adalah amburadulnya proses pemilu terkait masih banyak warga negara yang belum terdaftar di Daftar Pemilih Tetap, sehingga mereka harus kehilangan hak memilihnya. Isu sipol lainnya terkait persoalan warga Sampang, karena keyakinan terhadap ajaran Syiah.
Isu penting Hak Ekosob di Jatim pada 2014 adalah pelanggaran hak atas pekerjaan yang dominan dan tercatat ada 7.448 buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan ditambah dengan penutupan lokalisasi di berbagai tempat di Jatim.
Isu penting Hak Perempuan dan Anak di Jatim pada 2014 adalah 217 kasus kekerasan terhadap anak yaitu kekerasan seksual, penganiayaan, penculikan, trafficking, dan eksploitasi terhadap anak. Pelaku kekerasan adalah orang-orang dekat korban yang seharusnya membimbing dan memberikan kasih sayang.
"Untuk tahun 2015, pemerintah melalui kebijakannya harus mampu menjamin dan memberikan layanan bantuan hukum bagi masyarakat miskin atau kurang beruntung di Jawa Timur yang standar kehidupannya tidak layak, serta mem-formulasikan solusi terbaik demi harmoni gerakan pembagunan dengan perlindungan, penghormatan, pemenuhan hak atas ekosob," katanya.