REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Sikap Kementerian Ketenagakerjaan yang merevisi peraturan menteri ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 40 Tahun 2012 tentang jabatan yang terlarang bagi tenaga kerja asing (TKA) menuai kritik dari PP Muhammadiyah.
"Ada dua konteks. Pertama, MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Kedua, peraturan internasional tentang tenaga ustaz yang dengannya Indonesia terikat," ujar Sekjen PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, Selasa (6/1).
Hasil revisi itu menambahkan, tidak boleh lagi ada TKA yang berprofesi sebagai guru atau dosen agama masuk ke Indonesia.
Sehubungan dengan itu, Mu’ti menilai, pemerintah sebaiknya meninjau ulang revisi regulasi tersebut. Sebab, itu menyangkut posisi ketenagakerjaan Indonesia dalam konteks yang lebih luas baik regional maupun internasional.
Mu'ti justru meminta, Kemenaker hendak memproteksi tenaga kerja Indonesia, yakni para guru dan dosen agama, di dalam negeri. Lantaran pelarangan TKA pengajar agama dari seluruh negara dikhawatirkan mempersulit posisi TKI pengajar di luar negeri.
"Itu konteks pemenuhan posisi bagi Indonesia. Memang, di dalam negeri, pemerintah bisa saja pembesar lapangan kerja untuk warga negara kita. Tapi jangan lupakan peluang kerja warga Indonesia di luar negeri akibat revisi ini," kata Mu'ti.
Selain itu, kata Abdul Mu'ti, pemerintah bisa saja berniat membentengi Indonesia dari paham luar yang bertentangan dengan Pancasila. Menurut Abdul Mu'ti, itu merupakan hak pemerintah.
Akan tetapi, perlu dipikirkan ulang, pantaskah Indonesia menutup diri dari semua negara yang hendak mengirimkan TKA pengajar agama.
"Melarang pengajar asing masuk ke sini, itu hak pemerintah. Hanya saja, bagaimanapun kita terikat misalnya dengan MEA," kata Mu'ti.