REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Juru runding DPP Golkar kubu Agung Laksono, Andi Matalatta mengaku perundingan dengan DPP Golkar kubu Aburizal Bakrie (Ical) berlangsung alot.
Ini terjadi karena kedua kubu saling berbeda pandangan tentang posisi Golkar di Koalisi Merah Putih (KMP) dan kepengurusan Golkar di Kementerian Hukum dan Ham.
“Ada debat. Semuanya alot,” kata Andi kepada wartawan usai perundingan di kantor DPP Partai Golkar, Slipi Jakarta Barat, Kamis (9/1).
Andi mengatakan kubu Agung tidak ingin Golkar terus menjadi bagian dari KMP. Golkar harus menjadi partai yang mandiri dalam menentukan sikap politik terhadap pemerintah. Sementara kubu Ical berpandangan Golkar harus tetap berada di KMP. Sebab keberadaan Golkar di KMP merupakan keputusan Munas IX Bali. “Kalau kami jangan membawa-bawa partai lain,” ujarnya.
Kubu Agung ingin Golkar turut serta membantu program-program pemerintah. Pasalnya pemerintahlah pihak yang memiliki otoritas mensejahterakan rakyat. Kalaupun ingin bersikap kritis, imbuh Andi, hal itu jangan dilakukan karena pengaruh partai lain di KMP.
Terkait tafsir kepengurusan DPP Golkar di Kemenkumham, kubu Ical berpandangan selama konflik berlangsung maka roda organisasi partai di kembalikan ke pengurus hasil Munas IX Riau. Tapi kubu Agung menolak.
Andi berpandangan pengurus DPP Golkar hasil Munas IX Riau yang menetapkan Aburizal sebagai ketua umum dan Idrus Marham sebagai sekretaris jendral sudah demisionar. “Ini kan (Munas Riau) sudah dimatikan Munas Bali dan Munas Ancol,” kata Andi.
Andi mengatakan perundingan belum membahas soal kemungkinan menyatukan kepengurusan dari kedua kubu. Menurutnya perundingan akan dilanjutkan pekan depan. Hasil dari perundingan tersebut akan menentukan cara penyelesaian konflik Golkar selama ini. “Mungkin penyelesaian, mau munas atau apa terserah. Semangat kami adalah islah,” kata Andi.