REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mengatakan, langkah Presiden Joko Widodo alias Jokowi menunjuk orang-orang yang dekat dengan lingkarannya untuk duduk dalam posisi strategis merupakan hal yang wajar.
Menurutnya merupakan hak prerogatif presiden untuk memiliki jajaran yang bisa ia percaya, memercayainya dan memiliki kecocokan.
"Yang jadi persoalan adalah manakala pilihan-pilihan itu bukan yang betul-betul baik, baik dari sisi kompetensi, dari sisi mata publik. Baik dari hal-hal di luar kompetensi juga sangat menunjang, misal masalah kebersihan diri," ujarnya kepada Republika, Senin (12/1).
Firman mengatakan, hal-hal tersebut sangat berpengaruh, bukan hanya terhadap pencitraan Presiden, namun juga kepercayaan terhadap lembaga yang ia pimpin.
Apalagi, lanjutnya, posisi-posisi yang berada di sekitar Presiden adalah posisi kunci yang sangat strategis yang akan banyak terlibat dengan kebijakan-kebijakan yang memerlukan dukungan dari masyarakat.
"Dengan demikian, kalau ada ketidakpercayaan yang masif dari masyarakat tentu saja respon publik itu tidak akan sebanding dengan ekspektasi pemerintah manakala mereka menjalankan sebuah program. Ini yang dikhawatirkan," jelasnya.
Ia melanjutkan, kepercayaan publik sangat penting dibangun dalam sebuah pemerintahan. Sebaik apapun sebuah program dan orang-orang yang berada di dalam pemerintahan, jika tidak mendapatkan kepercayaan publik, maka akan menghambat jalannya pemerintahan tersebut.
"Kalau menunjuk orang dekat, berkompeten, publik percaya sama dia, memiliki track record yang bersih, justru itu yang diharapkan. Tapi kan kenyataannya yang ditunjuk tidak memiliki kriteria seperti itu. Jadi public trust itu akan luntur kalau sudah dekat tapi tidak qualified," jelasnya lagi.
Menurut Firman, penunjukkan yang dilakukan Jokowi telah menciderai janjinya sendiri, yaitu untuk memiliki perangkat atau pembantu yang betul-betul terjamin bersih.
"Yang indikasinya seharusnya berdasarkan rekomendasi dari lembaga-lembaga yang terkait dengan kebersihan pejabat publik, yakni KPK. Namun kenyataannya kan tidak dilakukan itu," katanya.
Ia pun berpendapat, selama ini, keputusan Jokowi tak jarang merupakan hasil pemikiran kolektif yang tidak bisa diputuskan sendiri olehnya. Namun, saat ditanya siapa yang ia maksud dengan 'orang-orang itu', Firman enggan merinci lebih jauh.
"Anda taulah yang bisa menempatkan orang-orang ini dalam posisi kunci. Yang satu diantaranya Ketua Umum partainya sendiri (Megawati). Dan tampaknya dia tak berdaya sampai detik ini untuk bisa berkata tidak atau kritis terhadap pilihan-pilihan politik yang ditentukan olehnya (Megawati)," ujarnya.