REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menyatakan belum ada surat resmi penarikan duta besar (dubes) Belanda dan Brasil yang diterima oleh DPR.
"Sejauh ini saya belum mendengar ada surat penarikan resmi dari negara yang bersangkutan, baik Belanda maupun Brasil," ujar Mahfudz pada Republika Online, Ahad (18/1).
Mahfudz menilai pernyataan pemerintah Belanda dan Brasil terkait penarikan dubes baru berupa pernyataan politik ke media. Karena itu, atas dasar komitmen penegakkan hukum secara timbal balik, Mahfudz berharap agar penarikan dubes tersebut tidak terjadi.
Di satu sisi, Mahfudz juga memahami reaksi yang diambil Belanda dan Brasil. Akan tetapi, ia berharap agar kedua negara tersebut tidak mengambil langkah-langkah politik yang terlalu jauh. Mahfudz tidak ingin kasus eksekusi mati pelaku pengedaran narkoba ini sampai mengganggu hubungan bilateral yang lebih luas antara Indonesia dan Belanda, serta Indonesai dan Brasil.
Karena itu, Mahfudz juga berharap agar Belanda dan juga Brasil dapat menghormati proses penegakkan hukum di Indonesia. Sebaliknya, Indonesia juga akan menghormati proses penegakkan hukum di negara lain. Mahfudz menyatakan jika ada warga Indonesia di negara lain yang terbukti secara hukum terlibat pengedaran narkoba dan dijatuhi hukuman mati yang tidak lagi bisa mendapatkan grasi, maka Indonesia tidak akan bereaksi secara politik terlalu jauh.
"Sepanjang belum ada surat resmi penarikan, kami menganggap secara politik hubungan bilateral ini ngga ada masalah apa-apa," lanjut Mahfudz.
Sebelumnya, Belanda dan Brasil menarik duta besarnya dari Indonesia. Hal ini dilakukan setelah eksekusi mati enam terpidana kasus narkotika di Nusa Kambangan, Jawa Tengah, Ahad (18/1).
Dua dari enam terpidana mati itu masing-masing berasal dari Brasil dan Belanda. Mereka adalah Ang Kiem Soei dari Belanda dan Marco Archer Cordosa asal Brasil.