Rabu 21 Jan 2015 10:05 WIB
Wawancara Dawam Rahardjo

PKS Hanya Militan, tidak Radikal

Pengamat sosial politik Dawam Raharjo (kiri).
Foto: Antara
Pengamat sosial politik Dawam Raharjo (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, Dawam Rahardjo, lahir di Solo, Jawa Tengah, 20 April 1942, adalah seorang pengamat sosial ekonom Indonesia terkemuka. Ia mendapatkan gelar S-1 dari Fakultas Ekonomi UGM (1969). Dia sangat lama berkecimpung dalam dunia penelitian dan secara terus-menerus mengamati perkembangan masyarakat Indonesia.

Berbagai lembaga penelitian bergengsi, seperti LP3ES, lahir berkat tangan dinginnya. Gelar Guru Besar dalam bidang ekonomi diperolehnya dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada 1993. Kini, dia menjabat sebagai ketua dewan direktur Lembaga Studi Agama dan Filsafat. Berikut wawancaranya dengan wartawan senior Republika, Muhammad Subarkah:

Dahulu ketika para bapak-bangsa ini berdebat soal konstitusi di BPUPKI, yang ada di sana hanyalah kelompok Islam dan nasionalis. Apa dengan demikian bila salah satu pihak dihilangkan--dalam hal ini Islam Politik--maka jelas itu pengingkaran sejarah?

Iya, memang begitu. Dahulu di BPUPKI itu kan hanya diikuti dua golongan, Nasionalis dan Islam. Saat itu, kekuatan komunisme sudah bangkrut ditindas oleh pemerintah kolonial Belanda. Demikian juga golongan sosialis, pada saat itu golongan ini belum lahir. Golongan sosialis baru lahir setelah kemerdekaan. Jadi, kedua golongan terakhir itu tak ada dalam BPUPKI.

Nah, karena tak ada dalam BPUPKI, maka dimengerti bila keduanya--sosialis dan komunis--menentang Pancasila dan menentang UUD 1945. Jadi, kalau ada pihak yang kini terus-menerus berusaha keras menghapus Islam politik, maka mereka ini adalah kelompok orang yang tak mau melihat kenyataan.

Dahulu, misalnya, ada pandangan bahwa kekuatan Islam politik itu Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai ini dianggap memperjuangkan syariat Islam dan negara Islam. Nah, sekarang, yakni pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, malah mereka masuk dalam kabinet atau pemerintahan. Dan faktanya membuktikan ketika PKS ada dalam pemerintahan mereka tak pernah memperjuangkan syariat Islam dalam artian mendirikan negara Islam. Tudingan itu ternyata tak ada dan tak terbukti!

Malahan, saya melihat kini kekuatan Islam politik terus melakukan proses demokratisasi dan bahkan terjadi proses deradikalisasi. Sekarang PKS sama sekali tak ada tanda-tanda radikal. Partai itu hanyalah militan. Dan, antara radikal dan militan itu artinya berbeda sama sekali serta ini sering disalahpahami.

Kalau begitu, apa bedanya radikal dan militan itu?

Ya beda. Kalau radikal itu menginginkan perubahan secara mendadak, sedangkan militan itu tak begitu. Militan adalah konsisten berjuang secara terus-menerus dengan disertai kerja keras serta penuh kesabaran. Nah, maka itu kedua kata ini hendaknya jangan salah dipahami karena beda arti dan pemahamannya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement