Kamis 22 Jan 2015 11:12 WIB

Kicauan di Twitter Bisa Tunjukkan Risiko Penyakit Jantung

Red:
Kicauan di tweeter
Foto: abc news
Kicauan di tweeter

REPUBLIKA.CO.ID, PENNSYLVANIA -- Kicauan atau twit kemarahan di akun media sosial Twitter mungkin bisa menjelaskan emosi seseorang. Namun sebuah riset terbaru menemukan bahwa hal itu sekaligus bisa menunjukkan risiko penyakit jantung.

Penelitian yang dilakukan oleh tim dari University of Pennsylvania menganalisa sebanyak 826 juta twit yang diposting pengguna Twitter di Amerika Serikat.

Salah seorang peneliti, Dr Margaret Kern, kepada ABC menjelaskan sejumlah kicauan menunjukkan yang bersangkutan berada dalam komunitas dengan risiko penyakit jantung yang tinggi. "Mereka yang berisiko tinggi ini berkaitan dengan emosi yang sangat negatif, kata-kata agresif, kata-kata kebencian, penuh drama, kebosanan," jelas Dr Kern baru-baru ini.

"Sedangkan mereka yang berisiko rendah berkaitan dengan hal-hal positif seperti kata pujian, teman, minum, kebersamaan," tambahnya.

Namun Dr Kern menjelaskan penelitian ini tidak secara spesifik melihat orang-orang pengguna Twitter, melainkan secara keseluruhan. "Penelitian ini melihat konteks dimana orang tinggal, sehingga mungkin bisa menunjukkan apa yang terjadi dalam komunitas tersebut," katanya.

"Misalnya, jika seseorang berada di sekitar orang-orang yang pemarah dan agresif, mungkin ada waktunya mereka akan meniru," tambah Dr Kern.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa komunitas di negara bagian seperti Pennsylvania dan New York memiliki risiko lebih tinggi terserang penyakit jantung. Dr Kern mengatakan pesan utama penelitian ini adalah bahwa informasi kesehatan masyarakat bisa diperoleh melalui konten yang tersaj dalam media sosial.

Dr Margaret Kern saat ini melakukan penelitian serupa di University of Melbourne sejak pindah ke Australia beberapa waktu lalu.

Sejauh ini, ia melihat pengguna Twitter di Australia berbeda dengan di AS, dan lebih sarkastis. "Orang Australia menggunakan lebih banyak kata-kata seperti please dan thank you," katanya.

"Jadi kata-kata yang mungkin berisiko di AS belum tentu berisiko di Australia karena digunakan dalam rasa bahasa yang berbeda pula," tambahnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement