REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dianggap wajar jika melakukan negosiasi. Asalkan, negosiasi itu tidak menjual jabatannya sebagai petinggi di lembaga antirasuah.
"Negosiasi adalah perbuatan hal yang wajar sebagai bentuk dalam menduduki jabatan. Asal tidak menyalahi etika kedudukan," ujar pengamat hukum Universitas Islam Indonesia, Muzakkir, Kamis (22/1).
Misal, kata dia, Samad menjual kedudukannya untuk menjadi calon wakil presiden. Hal itu jelas melanggar etika. Jika benar begitu, risikonya Samad bisa dipecat.
"Kalau tidak terbukti seperti itu ya. Tidak ada masalah melakukan lobi," tegasnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Sekjen PDIP Hasto Kristyanto mengatakan, membenarkan informasi mengenai keinginan Ketua KPK Abraham Samad untuk menjadi wakil Presiden Joko 'Jokowi' Widodo.
Informasi tersebut terungkap melalui tulisan berjudul "Rumah Kaca Abraham Samad" yang beredar melalui salah satu forum di media sosial. Pertemuan yang diungkap melalui tulisan itu pun disebut juga tidak salah.
Samad telah membantah tulisan tersebut. "Dengan demikian pernyataan yang disampaikan oleh Pak Abraham Samad bahwa itu fitnah sangatlah tidak tepat," kata Hasto di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/1).
Hasto mengatakan, seharusnya Samad mengakui adanya pertemuan-pertemuan tersebut. Pertemuan yang dilakukan antara Abraham dengan petinggi PDIP dan Nasdem tersebut disebut telah terjadi lebih dari lima kali.
"Sekurang-kurangnya pertemuan tersebut sudah enam kali dengan para petinggi kedua parpol, yakni PDIP dan Nasdem dalam membahas pencalonan dia (Abraham Samad) sebagai Wapres saat itu," ujarnya.