Jumat 23 Jan 2015 09:14 WIB

MK Tolak Gugatan UU MD3

 Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) bersama Wakil Ketua MK Anwar Usman (kiri) dan Hakim Konsitusi Wahiduddin Adams (kanan) memimpin sidang pembacaan sejumlah putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (21/1).  (Antara/Widodo S. Jusuf)
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (tengah) bersama Wakil Ketua MK Anwar Usman (kiri) dan Hakim Konsitusi Wahiduddin Adams (kanan) memimpin sidang pembacaan sejumlah putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (21/1). (Antara/Widodo S. Jusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak pengujian UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang dimohonkan Wibi Andrino dan Muannas terkait dengan ketentuan komposisi pimpinan dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

"Menolak permohonan Pemohon III (Wibi Andrino) dan Pemohon IV (Muannas)," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis sore (22/1).

Selain Wibi Andrino dan Muannas, permohonan pengujian UU MD3 ini juga diajukan oleh Mohamad Sangaji (Pemohon I) dan Veri Yonnevil (Pemohon II).

Namun MK memutus tidak dapat menerima permohonan Mohamad Sangaji dan Veri Yonnevil karena keduanya tidak memiliki kedudukan hukum.

Sebelumnya, Wibi Andrino dan Muannas mendalilkan berlakunya Pasal 327 ayat (1) huruf a bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 karena tidak eksplisit menyebutkan berapa jumlah wakil ketua yang pasti untuk DPRD Provinsi.

Mahkamah berpendapat bahwa mekanisme pemilihan pimpinan dan alat kelengkapan DPRD sebagaimana diatur dalam UU MD3 tidak bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang adil serta persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana didalilkan para Pemohon.

Hal itu dikatakan oleh Mahkamah karena ketentuan tersebut merupakan ranah kebijakan hukum terbuka dari pembentuk UU yang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Oleh sebab itu permohonan tersebut dinyatakan oleh Mahkamah tidak beralasan menurut hukum.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement