REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Direktur Eksekutif Institute of Public Policy and Economic Studies (INSPECT) Yogyakarta yang juga dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ahmad Makruf mengatakan, merenggangnya hubungan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri pasca menetapan tersangka calon Kapolri Budi Gunawan oleh KPK dan menangkapan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto oleh Polri akan mengancam stabilitas perekonomian nasional.
"Target-target APBNP 2015 yang diajukan pemerintahan Jokowi-JK terancam tidak terpenuhi karena kegaduhan dua lembaga ini. Karena bagaimanapun, stabilitas politik dan hukum menjadi prasyarat produktivitas pembangunan ekonomi. ," ujarnya, Ahad (25/1).
Menurutnya, dalam APBN Perubahan 2015 yang dipatok pemerintah memiliki asumsi makro yang moderat. Diantaranya, target inflasi lima persen, kurs rupiah Rp 12.200 per 1 dolar AS, tingkat suku bunga SPN 3 bulan 6,2 persen, dan pertumbuhan ekonomi 5,8 persen. Angka ini katanya, lebih pesimistis dibandingkan dengan yang disusun dalam APBN 2015.
"Meski besaran asumsi sudah direndahkan, adanya konflik Polri vs KPK yang berkepanjangan akan berdampak mengganggu pencapaian asumsi tersebut," ujarnya.
Menurutnya, dengan gaduh kedua lembaga ini maka konsentrasi Presiden Jokowi akan terganggu. Karena kisruh kedua lembaga bukan hanya terkait hukum tetapi juga politik.
Diakuinya, energi pemerintah bisa terkuras dengan ketegangan ini. Padahal pada triwulan pertama ini, kata dia pembangunan ekonomi membutuhkan konsentrasi untuk berlari kencang memacu ekonomi nasional pada kuartal berikutnya.
"Contohnya di saat gaduh ini, banyak kontrak karya tambang yang terabaikan, seperti perpanjangan kontrak PT Freeport di Papua. Padahal, ini sangat strategis," katanya.
Oleh karena itu kata dia, harus ada penyelesaian secara bijak dan cepat atas ketegangan ini. Bagaimanapun lanjutnya, publik mencita-citakan kelembagaan penegakan hukum, baik kepolisian, kejaksaan, KPK, dan MA yang bersih dan steril dari penjahat publik. "Kalau memang para pemegang mandat dinilai tidak bersih, saatnya presiden bisa ambil langkah tegas menggunakan kewenangannya untuk membersihkan kelembagaan Negara ini," katanya.
Selain itu kata Makruf, presiden sebagai kepala negara perlu menata ulang agar kepemimpinan lembaga-lembaga penegak hukum untuk tidak dikelola oleh person “bersumbu pendek” yang mudah konflik.