REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menolak menjawab pertanyaan yang diajukan penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri dalam pemeriksaan kasus dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu.
Bambang menolak menjawab pertanyaan karena pasal yang dituduhkan, yakni pasal 242 tidak jelas apakah ayat 1 atau 2 dan juncto Pasal 55 KUHP yang juga tidak disebutkan apakah ayat 1, 2, atau 3.
Terkait hal tersebut, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Ronny F Sompie mengatakan, komplain mengenai hal-hal terkait administrasi seperti itu bisa disampaikan dalam bentuk gugatan praperadilan.
"Pak Bambang Widjojanto bisa lakukan praperadilan ke Pengadilan Negeri setempat sesuai dengan locus delicti atau tempat kejadian kasus yang sedang dalam penyidikan," kata Ronny di Bareskrim Mabes Polri, Ahad (25/1).
Begitu juga dengan komplain mengenai proses penangkapan Bambang yang dianggap tidak sesuai prosedur. Semua komplain terkait proses penyidikan, seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan, lanjut Ronny, dapat diajukan dalam bentuk gugatan praperadilan.
Menurutnya, dengan adanya praperadilan, pengawasan terhadap proses penyidikan akan lebih transparan dan independen. "Tidak perlu berpolemik tentang proses penyidikan di luar pengadilan. Laksanakan saja pra peradilan," ujarnya.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto ditangkap penyidik Bareskrim Mabes Polri Jumat (23/1) sekitar pukul 07.30 WIB. Ia diperiksa terkait dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam kasus sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi.
Bambang kemudian dibebaskan sekitar pukul 01.25 WIB, tak lama setelah jajaran pimpinan KPK meminta penangguhan penahanan terhadap dirinya kepada Plt Kapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti.