REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo memastikan tidak akan ada toleransi terhadap pelaku kejahatan narkoba. Artinya, setiap grasi yang diajukan terpidana mati kasus narkoba dapat dipastikan akan ditolak.
Menanggapi itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar mengatakan, Jokowi harus memikirkan kembali kebijakan tersebut.
"Kalau nggak ada toleransi, nggak apa-apa. Cuma hukumannya harus yang berat bukan yang kejam. Hukuman mati itu kan termasuk dalam hukuman yang kejam," kata Haris kepada Republika, Rabu (4/2).
Haris mengatakan, ada 58 negara yang hingga saat ini masih menerapkan hukuman mati. Itupun merupakan warisan dari masa lalu dan bukan aturan yang baru ditetapkan.
Selain itu, menurut Haris, pemerintah terlalu naif jika menganggap hukuman mati merupakan cara yang efektif dalam memberantas narkoba. "Masa cuma lewat hukuman mati. Yang lainnya mana enggak ada perubahan. Di level hilirnya, diskotik-diskotik itu masih ada narkoba. Apa kebijakannya Jokowi?" ujarnya.
Menurut dia, hingga sekarang perdebatan mengenai pengguna narkoba merupakan korban atau pelaku kejahatan masih ada. Perdebatan antara BNN dan Kementerian Kesehatan itu belum menuai kesimpulan. "Jadi naif kalau menempatkan pemberantasan narkoba itu hanya sekadar lewat hukuman mati," kata Haris menambahkan.