REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Bentuk perayaan hari valentine kian gamblang dan masif. Para ulama Islam dan kepala daerah pada akhirnya melarang lantaran dampak negatifnya.
Di Kota Bogor, banyak wargannya yang berpandangan bahwa pemerintah kurang dalam merealisasikan pelarangan tersebut. "Masih banyak warga dari usia muda hingga tua merayakannya, di mal banyak pernak perniknya itu membuat masyarakat awam semakin yakin bahwa budaya itu bagian dari Indonesia,"kata Silvi Fitri, Mahasiwa Universitas Islam Djuanda, saat ditemui ROL, Sabtu (14/2).
Silvi mengusulkan agar pemerintah Joko Widodo benar mencari tahu asal muasal yang membuat generasi bangsa itu semakin kehilangan jadi dirinya. "Yang jelas itu harus dilarang. Akibat banyaknya publikasi media membuat perayaaan itu semakin menjadi perayaan bersama bukan perayaan penganut agama tertentu,"ujarnya.
Selain Silvi, budayawan Sunda asal Bogor, Mama Arif Hidayat menuturkan, perayaan valentine merupakan ajaran yang diadobsi dari budaya paganisme pada masa kekaisaran Romawi. "Saya pribadi menolak. Sebab ajaran itu teh berangkat dari budaya seks bebas yang buruk dan hingga kini pun tidak berubah. Sangat buruk terutama bagi umat Islam,"jelasnya.
Pengarang dan pendongeng Sunda itu, menjelaskan dalam budaya Sunda dikenal semboyan silih asah, silih asih, silih asuh, silih wangi.
"Artinya saling mempertajam pengetahuan, saling mencintai dan menyayangi, saling meingatkan dan menjaga, dan saling melakukan perbuatan kebaikan. Itu semua harus melekat dalam jati diri masyarakat Sunda hingga akhir zaman jangan sampai terkontaminasi budaya luar. Dan saya rasa semua budaya suku bangsa pun berpendapat demikian, dan tentu tanpa ada hari valentine,"katanya mengakhiri