REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai hanya Presiden Joko Widodo yang bisa menenangkan polemik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). "Persoalan ini harus dihentikan dan hanya Presiden Jokowi yang bisa menghentikannya," ujarnya kepada wartawan di sela kegiatan di Kantor PW Muhammadiyah Jatim di Surabaya, Sabtu (14/2).
Menurut dia, masalah yang semula mengarah ke perorangan saat ini sudah menjadi persoalan antarlembaga sehingga menimbulkan kekisruhan dan kegaduhan politik sampai timbul adanya pro kontra masyarakat dengan mengusung tema "Save KPK" maupun "Save Polri".
Saran yang diberikan terhadap Presiden Jokowi tersebut, kata dia, bukan merupakan intervensi hukum karena tidak seorang pun yang bisa mengintervensinya. "Intervensi yang dilakukan sifatnya politik dan moral, terutama mengangkat secara definitif Kapolri baru. Ini yang saya kira akan mampu menyelesaikan masalah sekarang, meski nantinya ada pro dan kontra," tukasnya.
Terkait kelembagaan KPK, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut berharap tidak ada upaya pelemahan dari pihak mana pun karena keberadaannya masih sangat dibutuhkan. Pihaknya menegaskan bahwa KPK harus menjadi komitmen dasar bangsa, baik pemerintah maupun rakyat membangun tekad memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya.
"Korupsi merupakan penyakit bangsa yang kejahatannya tidak hanya ke negara, tapi ke rakyat dan membawa dampak sistemik terhadap kerusakan bangsa. Karena itu tidak boleh ada yang bergeming sedikitpun dalam memberantas KKN," ucapnya.
Tokoh asal Sumbawa itu berpendapat bahwa keberadaan KPK tidak boleh diganggu gugat demi pemberantasan korupsi dan sepakat lembaga tersebut diisi oleh orang-orang bersih. "Sampai sekarang Indonesia tetap membutuhkan KPK karena Polri dan Kejaksaan yang juga memiliki wewenang pemberantasan korupsi masih tidak cukup fungsional melakukannya. Bahkan menurut survei, di dua lembaga itu kerap ditemukan oknum yang korup," tuturnya.