REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Putusan eksekusi hukuman mati pada warga negara asing tak berhak diintervensi oleh negara lain.
“Keputusan yang diambil pemerintah Indonesia terkait eksekusi hukuman mati dua terpidana mati asal Australia sudah tepat,” jelas pengamat hubungan internasional Indonesia Center for Diplomacy Teuku Rezasyah, Senin (16/2).
Menurut Reza, bahaya narkoba sudah menjadi suatu hal sangat serius karena sekitar lima juta WNI menjadi korbannya. Jika berpikir dengan teori gunung es, lanjutnya, bukan mustahil masih ada puluhan juta WNI yang menjadi korban obat-obatan terlarang ini.
Meski demikian, ia menilai pemerintah Australia menggunakan semua jalur yang diperlukan untuk membela kedua warganya tersebut.
"Semua kepala negara di dunia wajib melindungi warga negara mereka dengan cara-cara yang konstitusional," ujar Reza.
Namun, sikap Australia itu harus disikapi lebih tegas lagi oleh Indonesia agar menunjukkan bahwa negara lain harus menghormati hukum yang berlaku.
Reza menambahkan, apabila eksekusi mati tidak jadi digelar, maka akan menjadi preseden buruk buruk bagi pemerintah Indonesia.
"Tidak etis rasanya keputusan yang sudah dibuat di dalam negeri dengan konstitusional, bertahap dan terbuka, dapat diintervensi negara lain," lanjutnya.
Ia juga menyoroti pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon terkait permasalahan ini. Menurutnya, Ban tidak berhak mengintervensi kedaulatan hukum yang berlaku di Indonesia.
Sehingga ia berharap, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mau membuka ke publik apakah benar adanya permintaan dari Ban agar eksekusi tidak dilakukan.
"Ban Ki-moon berbicara sebagai Sekjen atau pribadi," jelas Reza.