REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan tengah melakukan kajian penggunaan sukuk untuk pengadaan barang dan jasa negara. Upaya ini dinyatakan sebagai bagian inovasi skim dengan underlying asset yang beragam.
Dalam sambutannya di peluncuran sukuk riten negara seri SR-007, Jumat (20/2), Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan underlying asset dan akad penerbitan sukuk tengah dikembamgkam.
Saat ini, underlying asset masih menggunakan barang milik negara (BMN) dan proyek dalam APBN. Ke depan, pengadaan barang dan jasa negara dengan menggunakan sukuk sedang dikaji kemungkinannya.
Disinggung mengenai turunnya nilai barang yang dibiayai dari sukuk dan bagaimana mengenai imbal hasil atas barang itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (PPR) Robert Pakpahan mengatakan karena itu kajian ini dilakukan.
Kajian ini serius dilakukan dan jika memang tidak memungkinkan, bisa saja tidak diterapkan. Terlebih belanja pemerintah paling besar di belanja pegawai dan barang jasa.
Pun tidak semua hasil pengumpulan sukuk untuk barang, akan dipilih barang yang bisa disewakan. ''Ini upaya berinovasi untuk memperkaya struktur penerbitan sukuk jika underlying asset makin banyak,'' kata Robert.
Ia mengungkapkan selama ini underlying asset sukuk negara adalah BMN seperti tanah atau bangunan. Untuk menambah volume dana, proyek pun bisa jadi underlying meski belum ada barangnya.
Direktur Pembiayaan Syariah Dirjen PPR Kementerian Keuangan Suminto mengatakan lembaga standardisasi keuangan syariah Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) memiliki 14 struktur (skim) penerbitan sukuk. Empat skim di antaranya sudah digunakan Pemerintah Indonesia yakni ijarah lease and sale back, ijarah asset to be leased, ijarah al-khadamat dan wakalah.
''Sedang dikaji struktur apa yang paling memungkinkan untuk pengadaan barang dan jasa, misalnya murabahah atau yang lain. Semakin banyak aset yang bisa dijadikan underlying tentu makin banyak inovasi skimnya,'' tutur Suminto.
Dari data Bursa Efek Indonesia, sukuk yang sudah diterbitkan pemerintah sepanjang 2014 sukuk mencapai Rp 3,406 triliun, sukuk ritel Rp 144,465 triliun, sukuk berbasis proyek Rp 22,763 triliun, dan Islamic T-Bills Rp 23,739 triliun.
Kementerian Keuangan mencatat sukuk ritel negara diterbitkan setiap tahun sesuai kebutuhan sejak 2008. Pada 2012 sukuk ritel yang diterbitkan senilai Rp 57,09 triliun, 2013 senilai Rp 53,18 triliun dan 2014 senilai Rp 75,47 triliun. Pada 2014 sudah ada tiga seri sukuk yang jatuh tempo, SR-001, SR-002 dan SR-003 dengan nilai Rp 20,94 triliun.