Rabu 25 Feb 2015 18:16 WIB

Hakim PTUN: Menkumham Sewenang-wenang ke PPP

Rep: Agus Raharjo/ Red: Djibril Muhammad
  Mantan Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali (tengah) selaku pihak penggugat menangis saat mendengarkan putusan Majelis Hakim yang mengabulkan gugatannya di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta Timur, Rabu (25/2).  (Antara/Sigid Kurniawan)
Mantan Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali (tengah) selaku pihak penggugat menangis saat mendengarkan putusan Majelis Hakim yang mengabulkan gugatannya di Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta Timur, Rabu (25/2). (Antara/Sigid Kurniawan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menerima gugatan mantan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadarma Ali atas tergugat Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan hasil muktamar Surabaya.

Dengan diterimanya gugatan ini, SK Menkumham dinyatakan batal dan kepengurusan hasil muktamar Surabaya dinyatakan tidak sah. Putusan PTUN itu dibacakan hakim ketua Teguh Satya Bhakti, Rabu (25/2).

Dalam putusannya, hakim Teguh Satya mengatakan PTUN berwenang memutus sengketa status quo karena melibatkan Menkumham sebagai pihak yang mengeluarkan SK.

Hakim menganggap tindakan tergugat dapat dikualifikasikan sebagai tindakan sewenang-wenang karena mengintervensi masalah internal PPP dan menyalahi peraturan dalam Undang-Undang partai politik.

Konsekuensi yuridisnya, kata Teguh, adalah menetapkan putusan hukum itu batal. "Pengadilan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, maka keputusan obyek sengketa diputuskan batal," kata Teguh saat membacakan putusannya, Rabu (25/2).

Atas hasil ini, Surat Keputusan Menkumham yang ditandatangani oleh Yasonna H. Laoly dinyatakan batal. Tergugat juga diminta untuk mencabut SK Menkumham dan membayar biaya perkara sebesar Rp 396 ribu.

Majelis hakim sidang PTUN beralasan tindakan Menkumham dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian hukum pada masyarakat. Sebab, SK pengesahan dikeluarkan tanpa adanya putusan Pengadilan Negeri yang memiliki kekuatan tetap.

"Maka secara konkrit pengadilan tidak bisa membenarkan sikap tergugat yang inkonsisten," tegas Teguh.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement