REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPARNA – Sejumlah warga Kampung Cipeusing, Desa Dirgahayu, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya terpaksa mengonsumsi beras miskin (raskin) berkondisi buruk. Beras program subsidi pangan pemerintah itu tampak berwarna kuning kecoklatan.
Hasil tanak nasi pun tak jauh berbeda, menguning dan beraroma layaknya nasi yang sudah dibiarkan lama. Meski begitu, sejumlah warga tetap mengonsumsi beras itu karena tak mampu membeli beras berkualitas lebih baik.
“Ya, terpaksa dimakan karena tidak ada gantinya. Cuma ada beras ini,” ujar Mega (22 tahun), salah seorang warga Cipeusing, Kamis (26/2). Mega mengaku baru saja mendapatkan jatah raskin pada Rabu (25/2) dan sudah berkondisi buruk. Menurutnya, air cucian beras itu sangat kotor tidak seperti nasi berkualitas baik. Ketika dimakan, kata Mega, rasanya seperti nasi aking.
Tak punya pilihan lain, ibu beranak dua itu tetap rela merogoh kocek sebesar Rp 10 ribu untuk mendapatkan empat kilogram raskin yang merupakan jatah bulanannya. “Saya tidak mampu kalau beli beras yang bagus karena mahal. Saya ibu rumah tangga sedangkan suami hanya buruh tani,” kata Mega.
Mega mengaku belum pernah menderita penyakit terindikasi akibat mengonsumsi raskin buruk itu. Selain itu, ia juga tidak melaporkan kondisi beras karena selalu menerima apa adanya.
Ketua kader Posyandu Permata, Desa Dirgahayu, Iis menyampaikan, kondisi beras yang buruk sudah biasa terjadi di wilayah kerjanya. Terdapat 57 karung alokasi raskin untuk kampung Cipeusing dengan kondisi serupa. “Memang tidak ada kutunya tapi kondisinya terlihat buruk dan beraroma tidak enak,” ujar Iis.
Selain berkondisi buruk beras yang diterima kerap tidak sesuai dengan timbangan. “Beras satu karung itu kan 15 kilogram. Sering kami dapat cuma 13,5 kilogram. Jadi sudah berasnya jelek beratnya juga kurang,” ujar Iis.
Iis mengaku prihatin dengan raskin buruk yang diterima warga. Meski sampai saat ini belum ada keluhan penyakit akibat memakan beras tersebut, Iis meminta Perum Bulog selaku penyalur raskin untuk memperbaiki kualitas produk. “Beras ini tidak layak konsumsi. Kasihan warga kalau makan beras seperti ini,” ujar Iis.