REPUBLIKA.CO.ID, PATI -- Nelayan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah sangat berharap bisa berkomunikasi langsung dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait pelarangan penggunaan alat tangkap ikan jenis pukat hela dan pukat tarik.
"Kenyataannya, aksi unjuk rasa yang digelar dengan massa yang cukup banyak di Jakarta juga tidak berhasil bertemu langsung dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti," kata Koordinator Front Nelayan Bersatu (FNB) wilayah Pati, Bambang Wicaksono di Pati, Sabtu (28/2).
Menurut dia, kesempatan berkomunikasi dengan menteri Susi sangat penting. Dia berharap, anggapan negatif terkait nelayan bisa diluruskan sehingga munculnya kebijakan yang berdampak luas terhadap kehidupan nelayan.
KKP harus bersedia duduk satu meja tanpa memandang ada pihak yang lebih rendah. Hal itu guna melerai masalah nelayan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap ikan pukat hela dan pukat tarik.
"Jangan ada anggapan merasa paling benar karena selama ini belum bersedia berkomunikasi langsung dengan nelayan sehingga informasi yang diperoleh masih sepihak dan belum ada perimbangannya," ujarnya.
Anggapan munculnya konflik di nelayan karena penggunaan alat tangkap jaring pukat, kata dia, tidak sepenuhnya benar. Pemerintah juga perlu membuka diri bahwa permasalahan dasar juga terkait erat dengan tingkat kesejahteraan nelayan.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah juga perlu melihat permasalahan yang terjadi di nelayan secara menyeluruh, bukan sisi luarnya saja. "Apakah pemerintah juga bisa menjamin ketika alat tangkap yang dilarang tidak dipakai lagi tidak akan ada konflik karena perbedaan alat tangkap. Kami yakin konflik tetap ada ketika pemerintah tidak menyelesaikan soal pola pikir nelayan yang belum maju," ujarnya.
FNB tetap berupaya berjuang menuntut KKP mencabut Permen KP nomor 2/2015 untuk diganti dengan Permen baru yang menyatakan bahwa alat tangkap cantrang merupakan alat tangkap yang legal tanpa dibatasi ukuran kapal.