Senin 09 Mar 2015 15:03 WIB

Netanyahu Berkeras takkan Akui Negara Palestina

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Foto: AP photo/Gali Tibbon/ca
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak akan mengakui negara Palestina.

Partai Sayap Kanan Likud mengatakan enam tahun lalu Netanyahu menyetujui pembentukan negara Palestina sebagai solusi untuk menghentikan konflik. Namun, saat ini solusi tersebut sudah tidak relevan menurutnya.

Kantor PM Israel menyangkal pidato tersebut. Mereka mengatakan Netanyahu tidak pernah mengatakan hal tersebut.

Likud memberikan pernyataan, Netanyahu sebelumnya telah merundingkan tanah Israel yang dicaplok pada 1967. Namun Netanyahu mengatakan konsesi tidak akan dilakukan.

Namun lagi-lagi Kantor PM Israel membantah pernyataan tersebut dengan alasan ketegangan yang terjadi di wilayah Timur Tengah. Israel mengaku khawatir jika menyerahkan wilayah Palestina, wilayah itu  akan direbut kelompok ekstrmis.

Pemimpin Israel telah berulang kali mengatakan tidak akan menyerahkan tanahnya dan jatuh ke tangan ekstrimis sejak April lalu. Alasan Netanyahu jelas memperlihatkan Israel ingin menyingkirkan pembentukan negara Palestina. Ini merupakan pertanda buruk upaya perdamaian tidak akan terjadi jika dia terpilih kembali.

Masyarakat internasional telah lama mendorong pembentukan negara Palestina di atas tanah yang direbut Israel pada 1967 . Pada 1993 Israel dan Palestina menandatangani perjanjian sementara yang mengarah untuk mengakhiri konflik Palestina-Israel.

Banyak perundingan diselenggarakan sejak 1993 dan berakhir buntu pada tahun lalu. Pejabat Palestina Saeb Erekat mengatakan Netanyahu menggunakan perselisihan daerah sebagai alasan.

Menurutnya, saat ini Netanyahu telah memperlihatkan wajah aslinya. Sejak 1993 dia bekerja keras untuk menghancurkan pilihan perdamaian dan pilihan solusi untuk kedua negara. Banyak media menuduh Netanyahu memanfaatkan konflik Palestina sebagai salah satu bagian dari kampanye pada 17 Maret.

sumber : reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement