REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara yang juga kuasa hukum Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie, Yusril Ihza Mahendra meminta agar pemerintahan Jokowi tidak mengkhianati cita-cita reformasi dengan 'memenangkan' kubu Agung Laksono dalam kisruh Partai Golkar.
Ia pun menceritakan ketika awal-awal reformasi terjadi terutama di ranah penataan partai politik. Yusril mengatakan ia menjadi orang pertama yang diserahi tanggungjawab oleh Presiden BJ Habibie untuk mendraft UU Parpol di tahun 1998.
"Ketika itu sikap saya tegas bhw pemerintah tdk boleh campur tangan ke dalam parpol manapun," tulisnya lewat akun twitter pribadinya @Yusrilihza_Mhd Kamis (12/3).
Kala itu, pendaftaran parpol dialihkan dari Departemen Dalam Negeri (sekarang Kemendagri) ke Departemen Kehakiman (sekarang Kemenkumham) agar pendaftaran parpol bebas dari pertimbangan politik pemerintah.
Departemen Kehakiman hanya bertindak sebagai administratur dalam pengesahan parpol dan tindakannya bersifat legalistik semata. Artinya, tidak boleh ada sama sekali pertimbangan dan kepentingan politik pemerintah agar demokrasi berjalan baik.
"Inilah cita2 awal reformasi yg kita perjuangkan bersama. Jangan pemerintah jokowi melalui menkumham mengkhianati hal ini," tulisnya.
Sebelumnya, Menkumham, Yasona Laoly mengeluarkan surat penjelasan yang ditujukan ke DPP Partai Golkar tertanggal 10 Maret 2015. Surat tersebut berisi tiga hal, pertama menginstruksikan kepada Agung Laksono untuk segera membentuk kepengurusan partai. Kedua, memilih kader partai sesuai dengan AD/ART, Ketiga, segera mendaftarkan kepengurusan partai yang sudah ditulis diatas akta notaris, yang kemudian langsung diserahkan ke Menteri.
Surat penjelasan ini, secara tidak langsung dianggap oleh kubu Agung Laksono sebagai legitimasi keabsahan kepengurusan kubu Agung Laksono.