REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Saefullah yakin bisa menjelaskan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengapa belanja wajib untuk upah aparatur sipil negara di Jakarta tinggi.
"Saya yakin kami bisa menjelaskan pada Kemendagri bahwa sebetulnya ada efisiensi dalam belanja upah yang tinggi tersebut," kata Saefullah di Jakarta, Kamis (12/3).
Dia menjelaskan hal tersebut dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI demi mencapai keinginan untuk menciptakan pemerintahan dan aparaturnya yang bersih agar tidak tertarik untuk melakukan tindakan korupsi. "Kita kan ingin menciptakan pemerintahan dan aparatur yang bersih maka kuncinya adalah harus diberikan gaji dengan benar," ujar Saefullah.
Ketika ditanya mengenai dana yang dialokasikan untuk belanja wajib tersebut akan mengecilkan anggaran dana untuk pembangunan lainnya seperti pendidikan yang menjadi 21 persen, penanganan banjir yang nilainya sekarang Rp 5,3 triliun serta kesehatan, Saefullah menyangkalnya.
"Tidak ada yang dikecilkan, sudah sesuai aturan, kemarin itu saat dikembalikan dari Kemendagri memang diungkapkan seperti itu. Tapi nanti jika ini kita kembalikan setelah direvisi saya yakin prosentasenya akan naik lagi dari 24 persen, siapa bilang dari 21 persen," ujarnya.
Sebelumnya pihak Kemendagri sudah menyelesaikan dan mengirimkan evaluasi Rancangan Perda tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah DKI Jakarta.
Hasil evaluasi tersebut dituangkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 903-681 Tahun 2014 tentang Evaluasi Rancangan Perda tentang APBD DKI Jakarta 2015 dan Rancangan Pergub Penjabaran APBD DKI Jakarta 2015 tertanggal 11 Maret 2015.
Hasil evaluasi tersebut menunjukkan belanja pegawai Pemprov DKI Jakarta, yang mencapai Rp 19,02 triliun, tidak wajar dan tidak rasional karena memakan hampir seperempat dari total belanja daerah sebesar Rp 67,5 triliun.
Jumlah trsebut masih lebih besar dibandingkan dengan belanja untuk penanganan banjir di Ibu Kota yang hanya Rp 5,3 triliun, pendidikan sebesar Rp 14,5 triliun atau setara dengan 21,62 persen.