Kamis 12 Mar 2015 22:28 WIB

GKJ, Bagian dari Kota Modern Impian Jenderal Daendels

Abah Alwi
Foto: Republika
Abah Alwi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Alwi Shahab

Ketika Gubernur Jenderal Daendels memindahkan kota tua ke arah selatan yang dinamakan Weltevreden (daerah lebih pusat), pengagum Kaisar Napoleon ini ingin membangun kota modern. Berbagai hotel, pertokoan dan tempat hiburan ia bangun.

Di sekitar Rijswijk (kini Jalan Veteran) dan Noordwijk (kini Jalan Juanda), dijadikan kawasan elite khususnya untuk pendatangan dari Eropa dan orang-orang Belanda yang makin banyak pindah dari kota tua. Salah satu tempat rekreasi megah adalah Club Harmonie yang kini jadi bagian dari Istana Negara.

Dalam masa kepemimpinannya (1808–1811) Daendels berencana akan membangun sebuah gedung kesenian. Tapi rencana itu belum sempat dilaksanakan karena datangnya serangan Inggris ke Batavia (1811).

Pada masa pemerintahan Raffles inilah dengan pertimbangan para serdadu Inggris di Batavia suka bermain di lapangan terbuka, maka didirikanlah Municipal Theatre pada 27 Oktober 1814 yang diberi nama Shouwburg yang berarti usianya lebih dari dua abad.

Ketika mendatangi gedung ini, meski merupakan gedung tua tapi tetap terjamin keindahannya. Termasuk podium dan kursi-kursi beludru warna merah dengan loge di kiri kanannya. Sampai kini masih berlangsung pertunjukan drama opera oleh grup-grup seniman amatir maupun profesional.

Dewasa ini gedung tersebut dipakai juga untuk pagelaran wayang orang. Pada masa penjajahan banyak berdatangan pemain-pemain sandiwara dan opera dari Eropa. Karena disekitarnya banyak tinggal warga Eropa, maka pada 1825 pemerintah kolonial membangun sebuah pasar yang kini dinamakan Pasar Baru.

Meski usianya hampir dua abad, tapi Pasar Baru tidak kalah dengan pasar-pasar yang banyak dibangun akhir-akhir ini berupa mal-mal dan pusat-pusat perbelanjaan. Toko yang terkenal adalah Toko De Zon (yang kini di Indonesiakan menjadi Matahari) yang memiliki ratusan tempat di pusat-pusat perbelanjaan di Indonesia.

Ada lagi toko terkenal di Pasar Baru ketika itu, yakni Toko Eropa dan Toko Sinliseng penjual sepatu dan tas kulit. Pada masa kemerdekaan, gedung kesenian dijadikan tempat pertemuan para seniman muda tergabung dalam kelompok Seniman Merdeka. Dengan mempergunakan truk berkeliling mempertunjukan sandiwara menghibur para pejuang di garis depan.

Setelah merdeka pada 29 Agustus 1945, gedung tersebut digunakan tempat berlindung anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), semacam DPR sekarang.

Bersebelahan dengan Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), terdapat kantor PTT yang sebelum adanya ponsel, ramainya bukan main tempat warga mengirimkan surat. Dari tempat ini, tiap pagi dan siang ratusan tukang pos dengan bersepeda keliling Jakarta untuk mengantar surat.

Kantor ini dikenal dengan nama PTT singkatan dari Pos, Telegraf dan Telepon. Kantor pos dibangun pertengahan abad ke-19. Tujuan Belanda mendirikan kantor pos untuk menjamin keamanan surat-surat dari kantor-kantor dagang yang datang dari luar Jawa, atau untuk surat-surat ke/dari negeri Belanda. Sedangkan tujuan pokok untuk kelancaran perdagangan rempah-rempah yang saat itu merupakan barang komoditi utama.

Berdekatan dengan Kantor PBB terdapat masjid Istiqlal (Kemerdekaan) masjid terbesar yang menjadi kebanggaan bangsa. Masjid terbesar dan termegah di Asia Tenggara ini letaknya berdampingan dengan Gereja Katedral, tempat ibadah umat Katolik.

Di sekitar Pasar Baru terdapat sejumlah bioskop seperti Capitol, Astoria, Glober, dan Cinema. Yang masih tersisa hanya Globe yang letaknya berdampingan dengan Pasar Baru, lainnya sudah almarhum. Tempat yang juga banyak didatangi hinggga kini adalah Ice Cream Ragusa di Jalan Veteran I yang pada masa Belanda bernama Citadelweg.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement