REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akses warga DKI Jakarta mengetahui dan mengawasi tahapan penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dinilai sangat terbatas. Selama ini, wacana mengenai APBD Jakarta terasa sangat tertutup antara legislatif, eksekutif dan para pengamat anggaran terutama para ekonom.
Menurut Wakil Ketua Komite III DPD, Fahira Idris, warga Jakarta perlu diikut sertakan dalam penyusunan APBD. Sebab, yang paling merasakan dampak dari alokasi APBD yang tidak proporsional adalah warga Jakarta.
“Besaran APBD Jakarta yang terus meningkat dari tahun ke tahun idealnya bisa membantu warga Jakarta menghadapi persoalan hidup sehari-hari,” ujar Fahira, pada keterangan tertulis selasa (17/3).
Menurutnya, saat ini pelayanan kesehatan dan pendidikan di Jakarta masih banyak ketimpangan. Selain itu, masalah banjir, macet, dan jalanan yang masih rusak juga sangat berkaitan dengan anggaran dan dirasakan langsung akibatnya oleh warga.
“APBD itu prioritasnya untuk itu. Bukan belanja pegawai apalagi beli ATK yang gila-gilaan,” sindir Fahira.
Kurangnya partisipasi warga dalam penyusunan APBD, kata dia, menjadi persoalan yang banyak terjadi di hampir seluruh Indonesia. Karenanya, sering dijumpai anggaran birokrasi jauh lebih mendominasi daripada anggaran pembangunan.
Ia menambahkan, hal ini bisa terjadi karena pada saat penyusunan APBD ada persekongkolan antara oknum yang ada di Pemerintah Daerah dengan DPRD dan lemahnya pengawasan publik. Sebab, banyak program yang dibuat berbasis proyek untuk kepentingan kelompok tertentu saja.