REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat Politik Komite Pemilih Indonesia (TEPI) Jeirry Sumampow mejelaskan perpindahan politisi Golkar dari kubu Abu Rizal Bakrie (Ical) ke kubu Agung Laksono dilandasi pilihan pragmatis.
Menurutnya, Golkar kubu Agung Laksono berada di atas angin setelah terbitnya surat putusan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham). "Karena putusan (Menkumham) itu, politisi Golkar yang punya jabatan atau posisi harus menyelamatkan diri," kata Jeirry pada Republika, Kamis (19/3).
Hal itu dilakukan, lanjut Jeirry, agar mereka terhindar dari pemecatan anggota. Karena kubu Agung Laksono yang sekarang diakui pemeintah sebagai pengurus yang legal dan sah. Fenomena itu, kata Jeirry, memperlihatkan politisi Golkar tidak ideologis, tetapi pragmatis.
"Mereka mencari kubu mana dan siapa yang paling menguntungkan dirinya," tambah Jeirry.
Pada 10 Maret 2015, Menkumham mengakui kepengurusan partai Golkar di bawah kepemimpinan Agung Laksono hasil Munas Ancol. Putusan itu merujuk pada dokumen Mahkamah Partai Golkar pada 3 Maret 2015. Karena dua hakim, yaitu Djasri Marin dan Andi Mattalatta, memutuskan mengesahkan kepengurusan versi Agung Laksono.
Setelah putusan tersebut, Golkar kubu Ical melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena merasa putusan Menkumham tidak adil. Karena konflik semakin larut, beberapa politisi Golkar kubu Ical pun memilih pindah karena Agung Laksono lah yang memiliki legitimasi untuk mengurus partai.