REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Traffic Watch (ITW) menilai, pembangunan jalan baik jalan layang, jalan tol maupun flyover kurang efektif mengatasi kemacetan. Sebab, kemacetan di Jakarta dan sejumlah kota-kota besar lainnya dipicu oleh populasi kendaraan bermotor yang tidak mampu dikendalikan pemerintah. Kondisi ini diperparah dengan belum tersedianya transportasi umum yang terintegrasi dan dapat menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran (Kamseltibcar).
“Seharusnya pemerintah mengendalikan jumlah kendaraan agar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya tampung serta kondisi ruas jalan. Karena penyebab kemacetan akibat pertumbuhan kendaraan tidak terkendali, pemerintah lost control,” kata Ketua Presidium ITW Edison Siahaan dalam siaran persnya kepada Republika Online, Ahad (22/3).
Pihaknya mengakui, kehadiran kendaraan bermotor yang digunakan sebagai sarana transportasi dalam melaksanakan aktifitas membutuhkan jalan raya. Namun, pemerintah juga harus melakukan kontrol terhadap jumlah kendaraan dengan daya tampung jalan, disertai dengan menajemen lalu lintas agar kendaraan berjalan normal, lancar tanpa kemacetan.
Menurut Edison, solusi paling efektif untuk mengatasi kemacetan adalah menyiapkan transportasi publik yang terintegrasi ke seluruh penjuru dan terjangkau secara ekonomi. Kemudian secara ketat melakukan pengawasan agar populasi kendaraan bermotor tetap terkontrol.
“Sebaiknya pemerintah konsen pada penyiapan transportasi publik berbasis massa seperti monorail atau MRT dan melakukan moratorium produk kendaraan,” tegas Edison.
Selain itu, pemerintah juga harus membuat regulasi yang ketat terhadap produsen kendaraan dan prosedur pembelian kendaraan yang harus memiliki garasi. Menurut Edison, pembangunan ruas jalan pada kondisi seperti saat ini, kurang efektif. Justru ITW curiga ada apa dibalik sikap ngotot pemerintah untuk pembangunan sejumlah ruas jalan yang menghabiskan puluhan triliun rupiah itu. Sebaiknya dana itu digunakan untuk pengadaan transportasi publik berdaya angkut besar dan mampu mewujudkan Kamseltibcar.
Apalagi tidak ada jaminan, pembangunan jalan baru akan mengatasi kemacetan. Sebaliknya, setiap ruas jalan baru akan memicu kemacetan, sebab para pengendara berupaya untuk melintas dan akhirnya memadati ruas jalan tersebut.
Menurut Edison, memburuknya kondisi lalu lintas dan angkutan jalan di negeri ini dipicu oleh kurangnya pemahaman pemerintah dan masyarakat bahwa lalu lintas dan angkutan jalan adalah sarana penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Kemudian, pemerintah khususnya Pemprov DKI kurang kreatif untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) dan hanya fokus pada pajak kendaraan bermotor (PKB). Sehingga tidak berani melakukan moratorium produk kendaraan sesuai dengan kebutuhan dan daya tampung ruas jalan.
Lalu, belum tersedianya transportasi umum yang layak dan terintegrasi seluruh penjuru serta terjangkau secara ekonomi. Sehingga masyarakat tidak lagi menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi sehari-hari. Yang tidak kalah penting adalah, pemerintah belum maksimal melakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya budaya tertib dan taat terhadap rambu dan aturan lalu lintas.