REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Komisi C DPRD Surabaya menyesalkan ketidaktegasan Pemerintah Kota Surabaya terhadap 508 minimarket yang beroperasi tanpa mengantongi Izin Usaha Toko Modern (IUTM).
Komisi C DPRD menilai, Pemkot tidak serius menjalankan rekomendasi DPRD agar menutup minimarket-minimarket yang telah terang-terangan melanggar aturan tersebut.
Rapat koordinasi yang diselenggarakan Komisi C di gedung DPRD Surabaya, Senin (23/2) berlangsung 'panas'. Komisi C merasa penindakan terhadap minimarket-minimarket yang melakukan pelanggaran jalan di tempat. Sebagian anggota Komisi C bahkan melakukan aksi walkout meninggalkan rapat.
Dua anggota Komisi C yang hengkang meninggalkan forum adalah Vincensius Awey dari Fraksi Gerindra dan Akhmad Suyanto dari Fraksi PKS. Kepada wartawan, Awey menyampaikan, dirinya mengaku sangat kecewa terhadap kinerja Pemkot Surabaya yang dianggapnya tidak serius menjalankan rekomendasi dewan.
Salah satu bentuk ketidakseriusan adalah ketidakhadiran Satpol PP dalam rapat koordinasi yang diselenggarakan. "Ini tidak jelas, 24 Februari kita sudah berbicara tentang perda dan aturan. Sudah selesai. Rekomendasi jelas, meminta Pemkot untuk menutup. Hari ini mereka kami panggil menanyakan progres, seberapa banyak yang sudah dan belum ditutup," ujar Awey dengan nada tinggi selepas meninggalkan ruangan.
Dia melanjutkan, ketidakhadiran Satpol PP sebagai penegak peraturan daerah bagi dia terasa sebagai sikap yang merendahkan DPRD. "Ini sudah tindakan penghinaan terhadap parlemen. Setidaknya ada perwakilan," ujar dia dengan intonasi penuh penekanan.
Anggota Komisi C dari Fraksi Demokrat, M Mahmud, menjelaskan, saat ini, seluruh minimarket di Surabaya didirikan tanpa izin. Izin yang dia maksud adalah Izin Usaha Toko Modern (IUTM) yang telah diatur dalam Perda Nomor 8 Tahun 2014 tentang Penataan Toko Swalayan di Kota Surabaya.
Mahmud menjelaskan, IUTM merupakan perizinan utama yang harus dilenggapi dengan sejumlah syarat, seperti analsis kondisi sosial ekonomi, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), serta Izin Gangguan. Hal yang menjadi persoalan, menurut Mahmud, Perda Nomor 8 Tahun 2014 tidak didukung Peraturan Wali Kota (Perwali) yang mengatur secara teknis kebijakan tersebut.
Sebagai akibatnya, Pemkot tidak bisa menerbitakan IUTM dan menjadikan seluruh toko modern di Surabaya tidak mengantungi izin. “Jumlahnya hampir seribu. Data Satpol PP hanya menyebutkan 508. Data Disperindag beda lagi, 667. Ini bukti kekacauan perizinan dan pengawasan pendirian toko modern di Surabaya,” ujar dia.
Rapat koordinasi di DPRD, Senin (23/3) siang yang hanya dihadiri Disperindag dan Badan Lingkungan Hidup berakhir menggantung tanpa keputusan. Pihak Komisi C berencana akan memanggil kembali Satpol PP untuk memberikan laporan penindakan minimarket-minimarket yang tak berizin.