REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan Presiden Joko Widodo harusnya lebih memperlihatkan wibawa dan hak kekuasannya sebagai kepala negara.
Hal ini dikatakan Asep menyusul sikap Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly yang berencana melanjutkan wacana pemberina remisi koruptor dengan atau tanpa persetujuan Jokowi. "Kalau Presiden membiarkan, akan timbul pertanyaan, sebenarnya Presiden mampu atau tidak menghadapi sikap menterinya itu?," kata Asep pada Republika Online (ROL), Senin (23/3). Karena, lanjut Asep, terkesan ada pembiaran 'pembangkangan' yang dilakukan menterinya tersebut.
Asep menjelaskan jika melihat Undang-Undang Dasar pasal 17 dan Undang-Undang No.39 tahun 2008 soal kementerian, Jokowi berhak memberhentikan menteri yang tidak sejalan dengannya. "Kemungkinannya ada dua untuk, Presiden memang tidak sanggup karena menterinya benar atau Presiden tidak berani karena menterinya tersebut didukung partai, yang juga partainya dia," papar dia.
Sebelumnya, Yasonna Laoly mengatakan, wacana pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor tak akan berhenti. Baginya, hal itu merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki sistem peradilan pidana.
Saat ditanya persetujuan Presiden terkait hal ini, Yasonna justru berkilah. Menurutnya, wacana pemberian remisi tetap jalan terus. "Itu sudah diwacanakan, jadi konsepnya itu bukan mengurangi tapi memperbaiki sistemnya," ujarnya.