REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baru-baru ini umat Islam di Indonesia dikejutkan dengan beredarnya buku pelajaran agama yang dinilai mengajarkan ajaran radikal. Sebab itu, banyak pihak yang merasa prihatin dengan adanya fenomena tersebut termasuk dari Kementerian Agama (Kemenag) RI.
“Kalau benar seperti itu, perlu segera ditindaklanjuti untuk direvisi,” ujar Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin, kepada wartawan, Senin (23/3).
Lukman menyatakan, buku-buku tersebut jelas perlu ditarik terlebih dahulu dari peredaran. Namun, menurutnya, karena Kemenag tidak memiliki wewenang, maka pihaknya hanya sebatas memberikan himbauan.
Menag RI juga menegaskan buku yang mengajarkan radikalisme itu diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Budaya, bukan Kemenag. Maka dari itu, wewenang penarikan dan perevisian buku tersebut menjadi hak Kemendikbud.
Sebuah buku mata pelajaran Pendidikan Agama di SMA Jombang, Jawa Timur pada salah satu babnya berisi materi yang dianggap ekstrem. Materi dalam buku pelajaran itu mengupas sejarah agama Islam sejak zaman Nabi Muhammad.
Saat memasuki halaman 78, terdapat materi soal kemusyrikan dan bagaimana menyikapinya. Namun, penjelasan tentang kaum musyrik tersebut dinilai kurang tepat diajarkan kepada siswa. Sebab, paham dalam penjelasan soal itu dianggap sebagai paham yang dianut kelompok Islam garis keras.