REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Pemerintah Kota Surabaya tak ingin lagi kecolongan dengan adanya warga yang pergi keluar negeri dan terindikasi bergabung dengan kelompok radikal.
Setelah sejumlah warganya hilang di Turki Februari lalu, Pemkot Surabaya memberikan perhatian lebih terhadap persoalan tersebut.
“Ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, dan lain sebagainya itu adalah pihak-pihak yang berkompeten menjelaskan tentang prinsip keagamaan. Kami menguatkannya dengan wawasan kebangsaan,” ujar Kepala Bakesbanglinmas Pemkot Surabaya Soemarno, Rabu (25/3).
Tujuannya, kata dia, untuk menangkal ideologi atau pemikiran yang melenceng dari semangat religiusitas.
Menurut Soemarmo, sejatinya Pemkot Surabaya sudah kerap menggelar program kerjasama dengan ormas terkait upaya penangkalan gerakan radikal.
Dalam berbagai kesempatan, kata dia, topik tersebut selalu disisipkan sebagai pengingat. Program yang sudah rutin dilaksanakan, menurut Soemarmo, antara lain, kemah pemuda antar agama, dialog Forum Kerukunan Umat Beragama, dialog wanita antaragama, dan diskusi-diskusi lain yang bersifat tentatif.
“Bakesbanglinmas dan MUI juga bersinergi untuk melakukan diskusi rutin di masjid-masjid kampus dan pemukiman warga,” ujar Soemarmo.
Tidak hanya ormas Islam dan ormas berbasis agama yang diajak turut serta menangkal gerakan radikal. Pada prinsipnya, ia menekankan, semua ormas memiliki peran penting. Sebab, mereka adalah ujung tombak untuk menjaga stabilitas di masyarakat.
“Mereka adalah pionir perubahan dan kewaspadaan di masyarakat. Diharapkan, dari mereka akan ada gethok tular atau sosialisasi dari mulut ke mulut,” ujar dia.
Soemarmo mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya dengan ajakan atau rayuan yang berujung pada janji-janji kebahagian.
Baik kebahagian dunia berupa gaji yang memuaskan, maupun kebahagian akhirat berupa surga. Hal-hal semacam itu, menurut dia kerap dijadikan iming-iming oleh gerakan radikal untuk merekrut masyarakat.