REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga pola korupsi dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta selalu sama setiap tahun. Hal itu terlihat dari adanya temuan dugaan korupsi dalam APBD 2014 di beberapa mata anggaran yang kembali diajukan dalam APBD 2015 versi DPRD.
Peneliti ICW Febri Hendri mengatakan, tiga mata anggaran di APBD 2015 versi DPRD sama persis dengan APBD 2014 yang terindikasi korupsi. ICW menemukan indikasi dugaan korupsi yang terjadi pada pengadaan UPS, printer dan scanner 3D serta enam judul buku di APBD DKI 2014.
Febri menjelaskan, pengadaan di tiga mata anggaran APBD 2014 itu ada kejanggalan. Diduga terjadi persekongkolan terkait penetapan harga perkiraan sendiri (HPS), penawaran harga, dan penetapan pemenang lelang. Dalam penetapan HPS, pejabat pembuat komitmen (PPK) menggunakan harga distributor yang justru menjadi pemasok bagi peserta dan pemenang lelang.
Nilai HPS diduga digelembungkan atau di-mark up sehingga menguntungkan distributor dan pemenang lelang. Hal yang sama juga terjadi dalam pengadaan 49 unit UPS. PPK hanya menetapkan HPS hanya berdasarkan harga dari tiga perusahaan distributor yakni PT. Istana Multi Media, PT. Duta Cipta Artha dan PT. Offistarindo Adhiprima.
"Tiga distributor ini juga pemasok dan pemberi surat dukungan bagi perusahaan peserta dan pemenang tender lainnya," ujarnya.
Dugaan kerugian negara akibat pengadaan UPS, printer dan scanner 3D serta enam judul buku yang dibiayai APBD 2014 mencapai Rp 278 miliar. Jumlah itu dihitung dari realisasi anggaran pada APBD 2014 sebesar Rp 433 miliar dikurangi dengan harga ketiga barang tersebut di pasaran. Sehingga, kata dia, uang yang digunakan untuk pengadaan ketiga item tersebut hanya Rp 155 miliar.
ICW mendesak KPK untuk mengusut adanya indikasi korupsi yang terjadi. "ICW mendesak KPK memperluas penelusuran kasus dugaan korupsi APBD lainnya, terutama mata anggaran yang diajukan DPRD melalui pokir (pokok pikiran)," ujarnya.