REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Kepulauan Riau (Kepri) dinilai kayak ditetapkan sebagai wilayah otonomi khusus agar potensi kelautan provinsi termuda kedua di Indonesia itu dapat dikelola secara maksimal. Ketua Komisi II DPRD Ing Iskandarsyah mengatakan perakuan khusus dari pemerintah ini memungkinkan 96 persen perairan dan 2.408 pulau-pulau dapat dikelola sebagai sumber pendapatan daerah.
Menurut dia, Pemerintah Kepri terhambat dalam melaksanakan pembangunan berbasis kelautan. Banyak kebijakan di berbagai sektor kehidupan yang menyangkut pengelolaan potensi kelautan di kawasan perbatasan yang tidak dapat diputuskan oleh Pemerintah Kepri. Pasalnya, kebijakan dalam pengelolaan potensi kelautan dikendalikan pemerintah pusat. Sementara pemerintah pusat tidak fokus dalam mengelola sektor perekonomian di kawasan perbatasan.
"Sektor ekonomi dan pertahanan keamanan dapat berjalan beriringan. Pembangunan pulau terluar membutuhkan anggaran, yang bersumber dari sektor kelautan. Ini saatnya pemerintah fokus membangun fasilitas dasar sebagai pondasi dalam mengelola potensi kelautan," katanya, Sabtu (28/3).
Dia mengatakan selama bertahun-tahun potensi Kepri hanya disampaikan secara lisan oleh pemerintah namun belum ada aksi nyata. Menurut dia, otonomi khusus merupakan bagian terpenting dalam pengelolaan kelautan. Pemerintah Kepri sebaiknya diberi kewenangan penuh dalam mengelola potensi kelautan, tidak menunggu kebijakan dari pusat.
Dosen Universitas Maritim Raja Ali Haji, Sayed Fauzan Riadi mengatakan Kepri merupakan salah satu wajah Indonesia. Wajah yang seharusnya dirias dengan baik, karena Kepri berbatasan dengan Singapura, Malaysia dan Vietnam. Menurutnya, Kepri perlu diberikan hak khusus dalam pengelola kelautan. Dia mengatakan, jika pemerintahan sekarang fokus pada pembangunan kelautan, Kepri perlu diberi kewenangan khusus lantaran daratan di Kepri hanya empat persen.