REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Fenomena kasus rakyat jelata yang dijerat hukum karena kasus yang terkesan sepele dan kecil kian marak.
"Proses peradilan di Indonesia memang sejak lama sudah tidak berpihak bagi rakyat jelata dan masyarakat miskin," ujar Ketua PB Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bidang Aparatur dan Penataan Organisasi Erfandi, akhir pekan lalu.
Padahal, kata dia, hukum itu dibuat berdasarkan dua aspek penting, pertama melihat kepentingan sosial masyarakat, dan kedua mengatur aspek hubungan sosial. Kasus yang terjadi pada Nenek Asyani dan Kakek Harso, serta banyak rakyat jelata lainnya seharusnya bisa dilihat dari dua aspek ini.
Selain itu, kata dia, bila model penegakan hukum seperti itu, masih saja jadi acuan justru akan melanggar asas dan prinsip dibentuknya hukum dan undang-undang itu sendiri.
"UU Bantuan hukum memang sudah dibuat, tapi prakteknya negara belum melaksanakan. Padahal ini yang lebih penting," tegas Ketua LBH PB PMII ini.
Hal yang sama disampaikan Sekjen Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Pusat, Ardi Rahman. Menurut dia, kasus yang menjerat rakyat kecil seperti Nenek Asyani dan Kakek Harso karena dituduh mencuri kayu milik Perhutani seharusnya bisa diselesaikan tanpa harus sampai ke meja hijau.
"Rakyat miskin kelaparan bila mencuri, memang salah. Tapi seharusnya dilihat sisi kemanusiaan dan ada ketidakhadiran pemerintah disini," ujarnya.