REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Cara berkomunikasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) maupun Kemenkominfo dinilai rentan menimbulkan kegaduhan publik.
"Ini negara demokrasi, bukan rezim otoriter. Harus jelas batasan radikal seperti apa. Harus jelas dan ditunjukkan ke publik bukti berita atau informasi seperti apa yang disajikan media-media ini sehingga mereka harus diblokir. Kronologisnya harus jelas,” kata Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris, Rabu (1/4).
Ia menambahkan, saat ini, yang paling tepat untuk dilakukan adalah menyiapkan tim advokasi dan menyusun strategi yang sistematis dan bukti bahwa tidak semua media online yang diblokir adalah situs penggerak paham radikalisme, apalagi dikaitkan dengan ISIS.
"Media-media yang diblokir siapkan strategi untuk membalikkan pendapat BNPT dan Kominfo. Buka mata publik bahwa tindakan pemblokiran ini gegabah dan membungkam hak asasi masyarakat dalam menyebarkan dan mendapatkan informasi," ujarnya.