REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyebut tertekannya rupiah akibat dolar Amerika yang menguat masih dalam kategori aman dari segi likuiditas untuk perbankan. Meyakinkan hal tersebut, BI melakukan stress test pada perbankan untuk melihat asumsi dampak depresiasi rupiah dan perlambatan ekonomi terhadap obligasi.
“Setidaknya ada 25 bank yang terkena perlambatan akibat imbas dari stress test tapi tidak akan berpotensi menimbulkan gejolak dalam negeri karena bank-bank tersebut masuk kategori kecil berada di buku 1 dan 2,” kata Kata Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makro Prodensial Bank Indonesia Dwityapoetra S. Besar dalam diskusi bertema Menakar dan Meningkatkan Daya Tahan Sistem Keuangan Indonesia Saat Ini di Megawati Institute pada Rabu (1/4).
Dari sisi korporasi, lanjut dia, memang terjadi tekanan karena perkembangan nilai tukar rupiah yang sempat terhempas lebih dari Rp 13 ribu per dolar. Karenanya, rasio likuiditas korporasi mengalami penurunan. Maka untuk korporasi BI, kebijakan hedging atau lindung nilai diharapkan dapat menjadi alternatif.
Sebelumnya, ia menyebutkan langkah mengantisipasi dampak kenaikan suku bunga the fed. Caranya yakni BI harus menjaga current account defisitnya agar lebih sustainable kembali ke 3 persen. Dijelaskannya, yang menjadi isu saat ini adalah situasi dilematis bahwa BI membutuhkan belanja modal tapi pada saat yang bersamaan harga komoditas utama seperti batu bara dan CPO turun. Hal tersebutlah yang kemudian menyebabkan modal banyak yang masuk tapi rupiah masih melemah.