REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyesalkan terjadinya kekisruhan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) pada 26-27 Maret 2015 lalu. Demikian dinyatakan peneliti PSHK, Miko Susanto Ginting. Selain itu, menurut Miko, kekisruhan itu tidak sepatutnya terjadi dan mesti segera diakhiri.
"Kekisruhan yang terus-menerus melanda Peradi telah berdampak besar pada pemenuhan agenda utama organisasi advokat," demikian tulis Miko Susanto Ginting dalam rilis yang diterima Republika, Rabu (1/4).
Miko melanjutkan, advokat dan organisasi advokat seharusnya menyadari bahwa tantangan rekonsiliasi dan konsolidasi adalah agenda utama. Karenanya, sepatutnya juga rekonsiliasi diperjuangkan secara bersama-sama.
"Sayangnya, kekisruhan pada Munas Peradi menyebabkan agenda rekonsiliasi dan konsolidasi itu tidak tercapai dan malah membuka serta memperluas konflik baru," ujar dia.
Untuk itu, tegas Miko, semua tokoh Peradi harus berusaha membuka sekat-sekat komunikasi antarfaksi advokat. Sehingga, perbedaan sikap dan pikiran dapat diakomodasi. "Konflik berkepanjangan dalam tubuh organisasi advokat akan merugikan kepentingan advokat dan publik secara luas," tutup dia.