REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan penerbangan Citilink belum berencana menaikkan harga tiket pesawat meskipun terjadi penguatan dolar AS sejak beberapa waktu lalu.
Direktur Komersial Citilink Hans Nugroho menanggapi terkait penguatan dolar terhadap rupiah dan mata uang di hampir semua negara di dunia. Menurutnya, meskipun dolar menguat, Citilink berusaha untuk tidak menaikkan harga.
"Apa yang kita lakukan adalah efisiensi dari pemanfaatan pesawat, cost terbesar dalam pesawat adalah avtur, kita harus perhatikan pemakaiaannya supaya efisien," kata Hans di kantor pusat BRI Jakarta, Selasa (7/4).
Dalam 186 frekuensi penerbangan, perusahaan dinilai cukup berhati-hati agar pemakaian jangan sampai ada yang kosong, agar bisa menjaga cost yang dikeluarkan. Selain itu, perusahaan juga melakukan lindung nilai (hegding) terhadap transaksi dolar.
"Walaupun cost dolar meningkat moga-moga kita bisa bertahan untuk tidak menaikkan. Jangan sampai dolar naik, terus kita naikkan," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengatakan pelemahan rupiah bisa berdampak positif untuk mendorong ekspor. Meski demikian terdapat dua kendala lain yang justru menghambat peningkatan ekspor. Yakni, saat ini negara-negara tujuan ekspor yang tradisional sedang mengaklami pelambatan ekonomi. Sehingga volume permintaan ekspor negara-negara tersebut menurun. Selain itu, harga komoditas dunia juga sedang turun.
"Sebetulnya fenomena pelemahan rupiah masih bisa mendorong ekspor hanya memang untuk sumber daya alam yang material mineral mentah memang harganya turun. Memang belum terlalu terlihat peningkatan ekspornya itu, tapi setidaknya ini bisa mengurangi konsumsi impor," jelasnya saat dihubungi Republika.
Sementara untuk investasi pemerintah masih mendorong, tapi untuk konsumsi akhirnya perlu alternatif. Jika tidak perlu konsumsi impor masyarakat diimbau memakai produk dalam negeri.