Rabu 08 Apr 2015 19:01 WIB

'Jokowi Perlu Jubir yang Profesional'

Presiden Joko Widodo (kiri) dan Wapres Jusuf Kalla berjalan menuju ruang rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (1/4).
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Presiden Joko Widodo (kiri) dan Wapres Jusuf Kalla berjalan menuju ruang rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (1/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menyebut Presiden Joko Widodo memerlukan seorang juru bicara (jubir) kepresidenan yang profesional. Menurutnya, selama enam bulan kepemimpinan hingga saat ini, banyak komentar dari Presiden Joko Widodo yang sering menimbulkan polemik.

"Saya rasa gaya kepemimpinan seperti Pak Jokowi membutuhkan figur juru bicara Presiden yang sepaham dengan karakternya," kata Hendri Satrio, Rabu (8/3).

Menurutnya, dampak polemik dari komentar tersebut terkadang tidak kecil bagi masyarakat. "Dampak terbaru adalah tentang informasi naiknya tunjangan mobil bagi pejabat, katanya isu-nya ia tidak mengetahui isi yang ditandatangani," ujarnya.

Menurut Hendri, hal tersebut berbahaya karena sebagai figur Presiden, seorang pemimpin harus mengolah gaya penyampaian informasi dan komunikasi yang baik.

"Belum sempat memperbaiki gaya komunikasi, biasanya sudah ada lagi polemik baru yang muncul, ini akan menjadi permasalahan yang sederhana namun berbahaya," kata Hendri.

Selain itu, kata dia, gaya komunikasi Presiden Joko Widodo seharusnya ditata mulai dari ucapan hingga gaya tubuh, jadi akan meminimalkan terjadinya kesalahan makna.

Ia menambahkan, rata-rata pemimpin dunia mempunyai jubir atau staf khusus yang menangani pola komunikasi seorang pemimpinnya. "Gaya blususkan adalah pola lama, sekarang harus ada yang diubah," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement