REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Koordinator Pusat Tampung Aspirasi Masyarakat Indonesia (Pustari) HM Arum Sabil merasa yakin Presiden Jokowi tidak akan bisa ditekan untuk melakukan reshuffle (perombakan) kabinet hanya karena alasan kepentingan politis tertentu.
"Tak etis mendorong-dorong, apalagi mendesak dan menekan Presiden untuk melakukan reshuffle kabinet, kecuali kalau memang ada menteri yang melakukan perbuatan tercela atau melanggar hukum," katanya kepada pers di Jakarta, Kamis (9/4).
Koordinator Pustari yang juga Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) itu mengemukakan keterangan tersebut menanggapi adanya wacana reshuffle kabinet yang dikemukakan beberapa politisi belakangan ini.
Arum Sabil mengatakan ketika tahapan Pemilihan Presiden (Pilpres) sudah dilalui dan rakyat sudah memilih Jokowi sebagai Presiden RI, maka Presiden sesuai hak prerogatifnya memilih dan mengangkat menteri-menteri sebagai pembantu presiden.
"Maka, mari kita berikan kesempatan kepada para menteri untuk bekerja membantu presiden. Presiden dalam kurun waktu minimal satu tahun pasti akan bisa menilai kinerja para menterinya secara komprehensif. Kalau kinerjanya tidak bagus selama satu tahun itu, kita setuju adanya reshuffle kabinet," tuturnya.
Tetapi kalau ada menteri yang melakukan perbuatan tercela atau pelanggaran hukum, menurut dia, Presiden harus segera mengganti menteri yang bersangkutan, tidak perlu menunggu waktu selama satu tahun untuk melakukan reshuffle kabinet.
"Dengan demikian ada parameter yang jelas dalam menilai kinerja menteri serta dalam melakukan perombakan kabinet. Terlalu naif kalau reshuffle kabinet dilakukan hanya karena adanya kepentingan politis jangka pendek. Jangan sampai pula ada menteri yang didorong-dorong untuk mengundurkan diri," katanya.