REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kecolongannya Indonesia atas kasus hukuman mati Siti Zaenab, TKI yang bekerja di Saudi, menjadi bukti lemahnya pengawasan. Hal ini juga ditengarai lantaran tidak adanya payung hukum bagi TKI.
Ketua Presidium Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI), Sabriyati Aziz mengatakan lemahnya payung hukum bagi TKI membuat perlindungan bagi TKI tidak bisa maksimal.
Apalagi, menurut Sabriyati tumpuan kritik harusnya kepada biro penyalur TKI. Selama ini banyak biro penyalur yang kerap abai dalam menjamin keselamatan dan kualitas TKI.
"Biro penyalur asal ambil dan asal kirim. Sedangkan TKI tidak mendapatkan kapasitas seperti bahasa, kemampuan, kapabilitas, sehingga itu yang menyebabkan TKI kerap mendapat intimidasi dari majikan," ujar Sabriyati saat ditemui Republika, Rabu (15/4).
Maka, menurut Sabriyati, pemerintah harusnya mengawasi betul pergerakan para biro. Selain itu, pemerintah perlu teliti terkait regulasi pengiriman TKI dan jaminan perlindungan hukum.
Penguatan payung hukum terhadap TKI harus lebih ditingkatkan. Selain itu pemerintab harus membuat sistem yang bisa membuat TKI bisa lebih berharga dan terampil dimata negara lain. Hal ini menjadi salah satu cara untuk bisa mengangkat derajat TKI.