Senin 20 Apr 2015 21:29 WIB

Jangan Sampai Presiden Dimanfaatkan Rencana Reshuffle

Rep: C23/ Red: Karta Raharja Ucu
  Presiden Jokowi bersama Dirut PT Pindad Silmy Karim.
Foto: Antara
Presiden Jokowi bersama Dirut PT Pindad Silmy Karim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Political Communication (Polcom) Institute Heri Budianto mencemaskan, rencana reshuffle kabinet Presiden Joko Widodo karena dorongan sejumlah pihak yang memiliki kepentingan. Dalam hal ini, bisa berasal dari lingkaran oposisi maupun koalisi.

"Jangan sampai Presiden dimanfaatkan dengan adanya rencana reshuffle ini," kata Budianto, Senin (20/4).

Meski demikian, Budianto menyambut positif rencana perombakan kabinet. Asal, Presiden Jokowi bisa menempatkan orang-orang yang tepat pada bidang yang tepat pula.

"Harus memasukkan orang yang memiliki kompetensi, baik yang berasal dari partai politik (parpol), maupun di luar parpol," ujarnya.

Budianto menyarankan reshuffle pemerintahan bisa melibatkan pihak seperti Sekretaris Negara atau Sekretaris Kabinet. Tujuannya untuk melakukan penilaian kinerja pada para menteri. "Hal itu boleh saja dilakukan Jokowi," tambahnya.

Wacana reshuffle Kabinet Kerja Joko Widodo semakin menguat. Ada empat nama mengemuka yang disebut akan menggantikan menteri lama yang dianggap tidak bisa bekerja dan tidak loyal kepada presiden. Reshuffle akan dilakukan bersamaan dengan penggantian pejabat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).

Kabar itu pun diperkuat oleh pernyataan Ketua DPP Partai Hanura Dadang Rusdiana. "Saya melihat Menteri Bappenas, Menteri Perdagangan, Menteri Negara BUMN, dan Menkumham perlu dipertimbangkan untuk di reshufle," tegas Dadang.

Tetapi reshufle ini diakui Dadang belum menjadi keputusan resmi Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan belum diusulkan pada Presiden Jokowi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement