REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap bekerja sama dengan Mabes Polri untuk mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan alat penyimpan cadangan listrik atau Uninterruptible Power Supply (UPS). Bagi KPK, kerja sama bukan berarti harus dilimpahkan, KPK siap bekerja sama dalam koordinasi dan supervisi.
"Hingga saat ini kan masih pengumpulan bahan keterangan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi, Rabu (29/4).
Pada 27 Februari 2015, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama melaporkan dugaan korupsi dalam APBD 2012-2015 ke KPK dengan membawa bukti-bukti mengenai perbedaan ABPD versi pemerintah maupun APBD. Selisih anggara mencuat dalam anggaran pengadaan UPS.
Mabes Polri sudah menetapkan dua tersangka yaitu Pejabat Pembuat Komitmen di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman dan PPK di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat Zaenal Soleman.
"Kami menerima laporan dari Pak Ahok berkaitan dengan APBD DKI 2012-2014, dalam poin-poin pengaduan itu tidak hanya soal UPS tapi ada juga poin lain. Mungkin ke depan bisa saja dikerja samakan antara Polri dengan KPK dalam konteks penanganan perkara," ungkap Johan.
Kasus dugaan korupsi pengadaan UPS diawali oleh temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan DKI Jakarta. Laporan BPKP DKI menunjukkan temuan indikasi korupsi senilai Rp 300 miliar dari pengadaan UPS di 49 sekolah wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 50 miliar.
Semula, perkara itu ditangani Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Penyidik Polda Metro telah memeriksa 73 orang dari 85 saksi yang diberikan surat pemanggilan, sedangkan jumlah total saksi yang akan diperiksa sebanyak 130 orang. Belakangan, perkara ini dilimpahkan ke Bareskrim Polri.