REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Masyarakat Pengawas Parlemen Indonesia (Formappi) memandang DPR tidak perlu mengubah sistem reses. Persoalan reses bukan di masalah kuantitas reses tapi karena belum adanya sistem dan mekanisme penyerapan aspirasi.
Peneliti Forum Masyarakat Pengawas Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengatakan, masa reses yang sudah ada saat ini, sudah memadai. Belum mampunya anggota dewan memaksimalkan penyerapan aspirasi dari masyarakat, menurut dia, karena DPR belum memiliki sistem dan mekanisme dalam menyerap aspirasi konstituennya.
"Artinya efektifitas reses akan sangat tergantung pada manajemen reses masing-masing anggota," kata dia pada Republika Online (ROL), Rabu (29/4).
Sebelumnya, DPR RI berencana untuk memerbanyak masa reses dalam satu kali sidang. Penambahan jumlah masa reses ini tidak disertai dengan penambahan jumlah hari setiapkali reses.
Menurut Lucius, sebagian besar anggota DPR cenderung kebingungan mengisi masa reses. Sehingga, lanjut dia, hal yang mendesak bukan soal waktu pelaksanaan reses, tapi sistem dan mekanisme penyerapan aspirasi saat reses.
"Saya khawatir, ide memperbanyak waktu reses didorong oleh keinginan untuk memperoleh tunjangan sesering mungkin," kata Lucius.
Lucius mengatakan, kalau masa reses diperbanyak, DPR akan lebih keenakan dengan anggaran reses yang sering diterima. Harusnya, kata dia, staf anggota dewan yang ditempatkan di dapil dapat menyerap aspirasi tanpa harus menunggu masa reses. Sebab itu, yang perlu dibangun adalah sistemnya, bukan memerbanyak waktu reses.