REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- PBB, Uni Eropa dan organisasi global lainnya mendesak Irak untuk bergabung dengan Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Desakan ini diungkapkan agar nantinya, pemimpin Negara Islam, atau ISIS, Abu Bakr Al-Baghdadi dapat dituntut atas kejahatan dan pelanggaran hak asasi serta pembunuhan di Irak.
Sebab bagi tanpa bergabung ICC, Irak tak dapat menyeret organisasi ekstremis seperti ISIS ke pengadilan internasional di Den Haag, Belanda.
"Tanpa Irak bergabung ICC, Baghdadi tidak bisa dibawa ke sana (pengadilan), karena ia adalah warga negara Irak," kata Balkees Jarrah, pakar hukum dari Human Rights Watch, dilansir Rudaw, Jumat (1/5).
ICC, kata dia, baru bisa menjerat pelaku kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, misalnya pelaku utama dalam konflik di Rwanda dan Yugoslavia. Suriah dan Irak tidak menandatangani Statuta Roma yang merupakan dasar ICC. Pengadilan memiliki yurisdiksi untuk menangani kejahatan ISIS dilakukan di negara-negara dalam statuta Roma.
"ICC adalah pengadilan terakhir dan hanya bekerja di saat otoritas nasional tidak mampu," kata Jarrah.
Sementara itu, pemimpin ISIS Abu Bakr Al-Baghdadi diduga terluka parah di bagian tulang belakang. Dilansir Guardian, Selasa (28/4) dilaporkan Baghdadi hingga saat ini masih hidup. Tetapi dia tidak dapat bergerak akibat cidera saat serangan udara Maret lalu.