REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kompetisi benar-benar dihentikan PSSI setelah keputusan Force Merjeure (keadaan darurat) diumumkan PSSI. Dengan keputusan itu, kompetis yang baru saja dimulai 4 April kemarin dianggap selesai. Tapi keputusan itu berimbas kepada pemain sepakbola Indonesia.
Seperti pemain Bali United, Bayu Gatra yang sangat kecewa dengan penghentian kompetisi itu. Kata dia, dengan menghentikan kompetisi pemain menjadi korban utamanya.
Sebab menjadi pemain baginya bukan sekedar hobi, tapi juga pekerjaannya. Jika kompetisi dihentikan, pemain tak lagi kehilangan mata pencarian. Sehingga untuk membiayai keluarga pemain sunggu tak mampu lagi.
“Kompetisi dihentikan, kami yang jadi korbannya,” ujar Bayu Gatra kepada Republika, Ahad (3/5).
Bayu tak mau ambil pusing. Baginya kompetisi harus dijalankan. Terserah apakah kemenpora yang menjalankan kompetisi itu ataupun PSSI. Sebab dengan jalannya kompetisi, pemain kembali mendapatkan penghasilan dan keluarga bisa dinafkahi kembali.
Besok, Senin (4/5) Bayu akan berangkat ke Bali. Rencananya ia akan meminta klub untuk mendesak kompetisi tetap dijalankan. Bukan hanya dia, seluruh pemain Bali United mempunyai harapan yang sama dan juga meminta hal yang sama terhadap klub.
Setelah itu kata Bayu, seluruh kapten akan berkumpul untuk mendatangi PSSI ataupun kemenpora. Pemain akan meminta kisruh antara keduanya bisa cepat diselesaikan dan kompetisi berjalan kembali. Ia mengingatkan harusnya para pejabat-pejabat sepakbol tidak hanya memikirkan nasib klub. Tapi juga para pemainnya. Sebab klub tanpa pemain tidak akan berarti apapun.
“Orang-orang atas sana harusnya juga memikirkan nasib pemain. Bukan klub saja,” harap Bayu Gatra.
Rasa kecewa ternyata tak hanya datang dari Bayu Gatra. Tapi juga datang dari Muhammad Hargianto. Pemain Persebaya Surabaya ini mengakui banyak mendapatkan cerita dari pemain senior yang telah berkeluarga. Dengan dihentikannya kompetisi mereka kesusahan membiayai keluarganya. Sebab sepakbola adalah salah satu mata pencarian inti mereka.